Peran Inggris di Industri Teknologi Pasca-Brexit

Hani Nur Fajrina | CNN Indonesia
Rabu, 29 Jun 2016 07:39 WIB
Keluarnya Inggris dari perserikatan UE dipercaya akan mempengaruhi industri teknologi, khususnya para pemain besarnya.
Ekspresi Warga Inggris usai hasil referendum Brexit ( REUTERS/Toby Melville)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mayoritas warga Inggris melalui Referendum Brexit memilih untuk keluar dari Uni Eropa (UE). Pengaruh yang muncul pun banyak, dari sisi kebijakan ekonomi hingga teknologi.

Keluarnya Inggris dari perserikatan UE dipercaya akan mempengaruhi industri teknologi, khususnya para pemain besarnya. Sebut saja Google, Apple, hingga Microsoft.

Selama ini, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat tersebut melihat Inggris sebagai 'pelarian' untuk mengajukan kebijakan di pasar Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sudah bukan rahasia umum lagi, Google dan lain-lain seringkali bertikai dengan regulasi yang dinaungi UE.

Mengutip Business Insider, Inggris bahkan secara khusus telah menjadi sekutu penting bagi pelaku teknologi dari AS seperti Apple cs dalam perdebatan dengan otoritas UE, terutama membahas soal data konsumen.

Contohnya, Perancis dan Jerman menjadi negara yang menyetir soal isu keamanan data konsumen yang berasal dari para raksasa teknologi.

Google pernah dikenakan denda US$113 ribu karena gagal memenuhi regulasi tersebut di Perancis. Nah, tanpa campur tangan Inggris, sikap negara-negara anggota UE akan semakin 'menyiksa' mereka.

Selain itu, Google dan Amazon dilaporkan telah berencana membangun pusat data di Inggris untuk menaungi data para penggunanya di kawasan Eropa.

Absennya peran Inggris di UE diprediksi bakal membungkam niat tersebut. Bagi Google dan Amazon, mereka diyakini tidak akan tertarik berinvestasi di kota Paris ataupun Berlin.

Sementara Microsoft menyatakan hal yang sama bahwa Brexit kemungkinan besar akan membuat banyak pihak menjadi enggan berinvestasi di Inggris.

Pasalnya, ada kekhawatiran dari para investor bahwa Brexit akan merusak operasi bisnis dan rencana pertumbuhan yang sudah berjalan.

Selebihnya mengenai regulasi netralitas jaringan internet di UE yang sudah pasti tidak akan berlaku lagi di Inggris. Hal tersebut dipercaya akan merugikan para konsumen.

Para pengguna perangkat teknologi Inggris diprediksi tidak bisa lagi menikmati panggilan mobile murah dan konsumsi data murah ketika mereka mengunjungi negara-negara anggota UE.

Nasib startup turut suram?

Masih dari Business Insider, mayoritas startup teknologi Inggris menyuarakan agar tetap berada di naungan UE. Banyak di antaranya khawatir Brexit meruntuhkan optimistis sektor teknologi dan membatasi investasi.

Kawasan Eropa memiliki sejumlah pusat teknologi yang menggiurkan untuk masa depan. Startup teknologi pun banyak yang berasal dari Berlin, Jerman.

Pelaku startup Inggris cemas karena Berlin belakangan baru mengalahkan London sebagai pusat teknologi yang dominan di Eropa dalam aspek jumlah dan volume transaksi.
Logo Apple (REUTERS/Suzanne Plunkett)

Sebelumnya survei yang dirilis oleh Tech London Advocates menunjukan bahwa hampir 80 persen pekerja yang bergerak dibidang teknologi yakin bahwa Brexit akan membuat Inggris tak mampu mengimbangi perkembangan teknologi yang ada.

Sementara riset yang dilakukan oleh akselerator startup Wayra menunjukan sekitar satu dari tiga pekerja di startup Inggris berasal dari luar negara tersebut.

Padahal, saat ini tercatat sudah ada 1,5 juta orang yang bekerja dibidang teknologi di Inggris dan industri teknologi terus berkembang tiga kali lipat lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.

Tak hanya itu, regulasi Uni Eropa yang selama ini berlaku untuk 28 negara, termasuk Inggris juga dianggap bisa membantu industri teknologi untuk mengembangkan pasar yang lebih luas ke negara tetangga, bahkan ke benua lain.

(tyo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER