Jakarta, CNN Indonesia -- Produsen prosesor perangkat
mobile Qualcomm terancam mendapat denda sebesar US$900 juta atau setara Rp11,7 triliun karena telah melanggar aturan perdagangan di Korea Selatan.
Komisi Perdagangan Korea Selatan (FTC) melaporkan setelah melakukan investigasi selama 17 bulan, Qualcomm dinyatakan telah melanggar aturan perdagangan bebas dengan menyalahgunakan posisinya di pasar prosesor perangkat mobile.
Qualcomm selama ini membebankan para pemanufaktur ponsel pintar dengan biaya lisensi yang sangat tinggi. Alih-alih dilakukan berdasarkan harga prosesor, melainkan harga grosir ponsel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Qualcomm telah mengantongi biaya royalti dari pemanufaktur ponsel berdasarkan tarif tertentu dari harga perangkat mobile," ucap pihak otoritas FTC.
Ia melanjutkan, "Qualcomm seharusnya mendapatkan biaya royalti berdasarkan tiap cip yang mereka produksi."
Diwartakan surat kabar
The Korea Times, Qualcomm telah mengantongi biaya royalti tahunan dari pemanufaktur seperti Samsung dan LG sebesar US$1,27 miliar atau setara Rp16,6 triliun.
Pihak Qualcomm sendiri mengatakan, perannya selama ini telah membantu para produsen ponsel pintar secara signifikan menjadi yang terbaik di pasar ponsel.
Pemerintah Korea Selatan berencana mengusut kasus ini hingga akhir 2016. Jika denda yang dilontarkan kepada Qualcomm sudah pasti mendekati angka US$1 miliar, itu merupakan biaya terbesar yang pernah ditetapkan oleh FTC.
Qualcomm sebelumnya juga pernah diterpa kasus yang sama di China pada 2015 lalu.
Perusahaan asal California, Amerika Serikat itu dikenai denda sebesar US$975 juta oleh China's National Development and Reform Commission (NDRC) karena menyalahgunakan posisinya yang telah memasang biaya tinggi lisensi dan royalti.
Qualcomm pada saat itu akhirnya mengubah penerapan lisensinya dengan membuat persetujuan paten yang telah direvisi.
(adt)