Jakarta, CNN Indonesia -- Yahoo pada Kamis (22/9) mengaku siap mengkonfirmasi kasus pelanggaran data terbesar yang terjadi pada tahun 2014 atas pencurian sekitar 500 juta akun. Pencurian data yang diduga disponsori oleh aktor intelektual.
Menanggapi hal tersebut, besar kemungkinan pemerintah dan lembaga hukum akan melakukan investigasi untuk mengungkap pelanggaran tersebut.
Salah satu sumber terdekat yang enggan mengungkap identitasnya kepada
Recode mengatakan, Yahoo sedang menyelidiki pelanggaran data yang sempat diklaim ke 200 juta akun dan diklaim sempat menjualnya secara daring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebenarnya yang terjadi lebih buruk, bahkan benar-benar buruk dari yang diprediksi banyak orang," ungkap salah satu sumber kepada
Recode.
Peretas disinyalir mencuri data-data nama, alamat surel, nomor telepon, tanggal lahir, dan alamat surel lain yang tersimpan sebagai alamat
email recovery.
Menurut catatan
Reuters, anehnya data-data penting terkait
password, kartu kredit, dan informasi rekening bank tampaknya termasuk dalam data yang tidak ikut dicuri oleh para peretas.
CEO Marissa Mayer diketahui saat ini tengah dalam tekanan besar untuk menentukan nasib perusahaan yang didirikan sejak tahun 1994 itu. Seperti diketahui, Yahoo baru saja sepakat untuk menjual perusahaan senilai US$4,8 miliar atau setara Rp6,2 triliun kepada Verizon.
Pemegang saham diketahui khawatir kondisi ini akan berimbas pada kesepakatan akuisisi yang hingga kini belum rampung. Para investor khawatir Verizon akan meminta penyesuaian harga, atau buruknya membatalkan kesepakatan akibat isu peretasan data.
Perwakilan dari Verizon dan Yahoo baru-baru ini diketahui melakukan pertemuan untuk meninjau ulang potensi bisnis Yahoo. Belum diketahui secara pasti hasil dari pertemuan tersebut, namun diprediksi isu besar ini tidak akan berimbas pada proses akuisisi.
Kemarin (22/9), melalui situsnya Yahoo mengimbau pengguna untuk menggubah
password mereka. Upaya ini diduga terkait dengan rencana perusahaan untuk mengumumkan kasus peretasan dalam waktu dekat.
Meskipun peretasan telah terjadi pada tahun 2014, Yahoo baru menguak pelanggaran tersebut pada Agustus tahun ini.
Hal ini menyusul kemunculan aktor
cybercriminal yang menjuluki dirinya "Peace" dan mengklaim telah menjual lebih dari 200 juta akun Yahoo seharga lebih dari US$1.800 atau sekitar Rp23,4 juta sejak tahun 2012. Menanggapi hal tersebut, pihak perusahaan mengatakan akan melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Sementara itu, analis Robert Peck dari SunTrust Robinson Humphrey mengatakan isu peretasan ini tidak lantas menjadikan Verizon membatalkan kesepakatan dengan Yahoo. Besar kemungkinan Verizon justru akan meminta penurunan harga sebesar US$100 juta hingga US$200 juta atau sekitar Rp13 miliar hingga Rp26 miliar, tergantung pada berapa banyak pengguna yang sudah tidak lagi menggunakan layanan Yahoo.
Senada dengan Robert, Steven Caponi, seorang pengacara di K & L Gates melihat musibah yang tengah dialami Yahoo justru menjadi peluang bagi Verizon untuk melakukan negosiasi ulang.
"Tragedi ini menjadi kesempatan bagi Verizon untuk melakukan negosiasi ulang, atau sekedar mengkompromikan ulang persyaratan akuisisi," ungkap Steven.
(evn)