Jakarta, CNN Indonesia -- Komitmen Twitter dalam memberantas ujaran kebencian mulai tampak. Layanan mikroblog ini membekukan sejumlah akun milik gerakan sayap kanan di Amerika Serikat.
Pengaruh proses pemilihan presiden baru Amerika Serikat memang sangat besar, khususnya bagi media sosial. Ujaran kebencian berbau rasisme semakin marak untuk menunjukan dukungan netizen terhadap siapa yang dibelanya.
Twitter baru memblokir akun Richard Spencer yang merupakan pendiri dari gerakan supremasi kulit putih AS "alt-right" pada Selasa (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Twitter juga melumpuhkan akun-akun yang terafiliasi dengan Spencer seperti @npiamerica, dan @radixjournal.
Dalam pernyataan resmi singkatnya, mikroblog itu menulis "Peraturan Twitter melarang kekerasan tersasar dan pelecehan, dan kita akan menonaktifkan akun yang melanggar kebijakan ini."
Langkah yang diambil Twitter mendapat protes keras dari Spencer. Pria yang dikenal anti terhadap bangsa asing yang tinggal di AS ini menyebut tindakan Twitter bergaya diktator Stalin.
"Saya hidup secara fisik, namun di ranah digital terdapat pasukan eksekutor yang membantai alt-right. Ada pembersihan besar-besaran yang terjadi dan mereka membersihkan orang berdasarkan pandangannya," ucap Spencer kepada The Daily Caller News Foundation dalam laporan
USA Today.
Tak hanya Spencer, akun dari beberapa tokoh yang terlibat dalam gerakan alt-right turut 'diamankan' oleh Twitter.
Langkah bersih-bersih ini merupakan yang terbesar semenjak Twitter kerap dituduh berpangku tangan menghadapi
online bullying dan ujaran kebencian di platform mereka.
Masa kampanye pemilihan presiden AS kemarin adalah salah satu periode di mana ujaran kebencian berdasarkan warna kulit dan ras sangat dominan memenuhi linimasa masyarakat AS.
Tak heran, sejumlah pihak beranggapan kesuksesan Trump menggalang dukungan selaras dengan maraknya gerakan politik supremasi kulit putih di ranah media sosial.
Kelompok ultra-kanan tersebut kerap menyuarakan kebencian mereka terhadap keberagaman di negerinya sendiri.
Alt-right melalui Spencer misalnya, berkali-kali menyerukan kebenciannya terhadap warga kulit hitam, Asia, Hispanik, Muslim, Yahudi, serta kelompok imigran. Kelompok ini pula yang paling aktif mendulang dukungan bagi Trump lewat Twitter.
Spencer yang memiliki akun terverifikasi dengan tanda centang biru kini tak lagi bisa mengakses akun miliknya. Twitter juga mencopot tanda akun terverifikasi Spencer sebagai bukti informasi yang keluar dari mulutnya tak termasuk kepentingan publik.
Keputusan tersebut mendapat dukungan dari Heidi Beirich, juru bicara Southern Poverty Law Center. Menurut Beirich, Twitter masih perlu mencabut layanannya kepada lebih dari seratus akun serupa milik Spencer.
"Kami gembira dengan keputusan yang diambil oleh Twitter. Sudah jelas, kelompok supremasi kulit putih tersebut melanggar peraturan dan kami gembira Twitter mengambil langkah ini," ungkap Beirich.
Hampir bersamaan, media sosial yang dipimpin oleh Jack Dorsey ini baru saja mengaktifkan opsi filter kata atau frasa yang dipilih agar tidak muncul di layar pengguna.
Selain filter konten, Twitter kini juga memberi opsi "membisukan" notifikasi di mana seseorang terlibat dalam percakapan yang tak diinginkan tanpa memblokir akun atau menghapus percakapan di linimasa.
Pembaharuan fitur ini merupakan upaya Twitter memulihkan reputasinya sebagai media sosial terbesar yang kerap disalahgunakan untuk menebar ekspresi kebencian. Pilpres AS dianggap oleh berbagai pihak sebagai puncak penyalahgunaan Twitter hingga juga Facebook oleh kelompok-kelompok rasis dan anti-toleransi.
(hnf)