Jakarta, CNN Indonesia -- Pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan bahwa perusahaannya sedang mendalami formula untuk memberantas penyebaran berita palsu yang berseliweran di jejaring sosialnya.
Langkah tersebut diduga sebagai tanggapan Zuckerberg terhadap kritik yang ia terima setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat yang baru.
"Tujuan kami adalah menunjukkan konten yang berarti dan akurat kepada masyarakat," tulis Zuckerberg di laman Facebook miliknya, Sabtu (12/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tulisannya, Zuckerberg berencana menciptakan sebuah fitur baru agar pengguna Facebook bisa menandai dan melaporkan berita hoax yang muncul di linimasa.
Meski demikian, Zuckerberg tidak menjelaskan secara spesifik perubahan apa yang timnya kembangkan untuk melenyapkan kabar-kabar bohong yang belakangan menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat AS.
"Pekerjaan ini seringkali butuh waktu lebih lama dari yang kami inginkan, sebab kami tak ingin ada efek samping atau bias yang justru muncul dari perbaikan nanti," sambung pria 32 tahun itu.
Belum lama ini, Zuckerberg membantah habis-habisan tuduhan keterlibatan sistem algoritma Facebook yang mendorong pemberitaan hoax untuk menguntungkan Trump selama masa kampanye pilpres AS.
Salah satu berita palsu tersebut adalah kabar dukungan Paus Fransiskus kepada Trump yang diyakini mempengaruhi kekalahan Hillary Clinton di hasil akhir pemilihan.
Algoritma Facebook yang dituduh sebagai dalang berita hoax juga disebut telah mengarahkan para pengguna untuk mengonsumsi konten palsu serupa secara terus-menerus.
Hal tersebut tentu saja mengakibatkan pengguna seperti terisolasi untuk mengakses keragaman konten lain demi mengimbangi konsumsi berita yang diinginkan.
Dalam penelitian Pew Research Center, Facebook telah menjadi sumber berita bagi hampir setengah warga AS. Dengan kata lain, temuan ini seakan menunjukan adanya pergeseran sumber berita masyarakat AS yang dulu didominasi oleh surat kabar.
Barack Obama yang sempat membantu Clinton selama masa kampanye turut menyentil kondisi media sosial selama proses pemilihan presiden berlangsung beberapa waktu lalu.
"Jika serangan dan kebohongan yang terjadi berulang-ulang terus ada di Facebook dan media sosial, orang yang melihatnya akan mulai mempercayainya," ucap Obama.
(hnf/tyo)