Jakarta, CNN Indonesia -- Dirjen Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan soal "pasal karet" yang masih bertengger di dalam revisi Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Seperti yang diketahui, UU ITE telah diberlakukan per 28 November kemarin dan mendapat ragam reaksi dari netizen hingga pengamat.
Banyak yang menyoroti soal Pasal 27 Ayat 3 yang mengatur tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menimbulkan pro dan kontra lantaran dianggap tak ada tolak ukur dan tak substantif, Semuel menganggap Pasal 27 itu tetap penting.
"Kata siapa Pasal 27 harus dihapus? Memang boleh saya hujat bapakmu terus? Tidak, kan? Nah itu, jawabannya itu. Tidak boleh hujat orang seenaknya. Berarti harus tetap ada," ucap Semuel saat ditemui sejumlah media di Jakarta, Kamis (1/12).
Menurutnya, jika Pasal 27 dihapus maka bisa memicu masalah di antara kehidupan masyarakat.
"Kalau tidak ada aturannya lalu kita dihujat, bisa terjadi pertengkaran masyarakat. Itu yang kita hindari. Makanya ada pasal itu, agar masyarakat hati-hati," sambungnya.
Lebih lanjut, menurut Semuel soal hukuman pidana yang diturunkan dari enam tahun menjadi empat tahun juga sudah menjadi keputusan yang terbaik.
"Ketika ada aduan, kedudukan si pelapor dengan terlapor ini seimbang karena hukuman maksimal empat tahun sehingga tidak ada yang ditahan dan keduanya harus menunggu proses peradilan," katanya lagi.
Ia lalu menuturkan, "UU ITE Pasal 27 itu bukan antara pemerintah dan rakyat, tapi rakyat dan rakyat.”
Bagaimana nasib 'hak untuk dilupakan'?Hak untuk dilupakan atau
rights to be forgotten menjadi salah satu sorotan publik dalam revisi UU ITE yang disahkan bulan lalu dan berlaku efektif per tanggal 28 November lalu.
Sejumlah pihak seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyebut munculnya hak untuk dilupakan dari revisi UU ITE dapat dimanfaatkan oleh mereka yang punya rekam jejak kejahatan di masa lampau.
Semuel sebelumnya memang sudah mengatakan bahwa hak untuk dilupakan akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP).
"UU baru revisi, tunggu waktu paling cepat yakni tahun depan karena pemerintah itu bekerja berdasarkan anggaran. Tahun depan kita undang semua yang terlibat dalam penyusunan," kata Semuel.
Masih menurut penuturannya, ia mengaku klausa tersebut masih harus dibahas dari sisi penerapannya mulai sari teknis dan etikanya.
"Tahun depan pas anggaran dibuka, kita buka. Dari awal 2017 akan bentuk pokja (kelompok kerja)," tutup Semuel.