Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Nizar Zahro mengingatkan Polri untuk meningkatkan pelayanan lantaran tarif Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) akan naik. Tarif anak naik mulai 6 Januari 2017 sesuai ketentutan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Saya berharap agar kepolisian bisa memaksimalkan pendapatam PNBP untuk kepentingan pelayananan prima pada masyarakat, karena mendapatkan pendapatan PNBP dua kali lipat ketimbang tahun tahun sebelumnya," kata Nizar saat dihubungi.
Nizar menilai keputusan pemerintah untuk kenaikkan STNK dan BPKB merupakan keputusan yang tepat. Pemerintah sudah melakukan perhitungan yang tepat, apalagi tarif tersebut tidak pernah naik selama tujuh tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, tarif STNK dan BPKB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Peraturan itu diganti dengan PP 60/2016 yang ditetapkan pada 6 Desember 2016.
Dengan berlakunya PP 60/2016 ini, terdapat penambahan jenis PNBP yang mulai berlaku. Seperti tarif Pengesahan STNK, Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor Pilihan, STRP & TNRP (lintas batas) dan Penerbitan SIM golongan C1 dan C2.
Tidak tanggung, kenaikan itu ada di kisaran tiga kali lipat dari tarif lama. Sejumlah pihak menilai kenaikan itu terlalu tinggi dan menimbulkan pro kontra di masyarakat.
"Saya pikir pro kontra yang terjadi di masyarakat menanggapi kenaikan tarif STNK itu wajar. Harapan masyarakat sama dengan harapan saya, semoga kepolisiaan lebih professional lagi dalam melayani masyarakat," kata Nizar.
Nizar menjelaskan Polri juga harus memperbaiki sarana dan prasarana sampai ke tingkat paling bawah, seperti Polsek. Pendapatan dari kenaikan tarif STNK dan BPKB bisa digunakan untuk memperbaiki sarana dan prasarana tersebut.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa menilai keputusan ini memberatkan masyarakat. Apalagi kenikan tarif tersebut sampai tiga kali lipat.
"Ini indikasi pemerintahan gagal mengatur pembangunan yang ada. Bahasa lain, pemerintahan ini panik takut tak punya duit untuk pemerintah ini bertahan," kata Desmond.
Meski begitu, Desmond tidak bisa menilai kebijakan ini tepat atau tidak. Ia menjelaskan bahwa keputusan ini berkaitan dengan ekonomi dan bisa dinilai berdasarkan reaksi masyarakat.
(pit)