Jakarta, CNN Indonesia -- Ditodong dengan kenaikan tarif oleh para pengemudi, Grab Indonesia merespon santai. Manajemen Grab bahkan melihat ada indikasi tuntutan kenaikan tarif ini sebagai kamuflase.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata dalam konferensi pers menyebut permintaan demonstran untuk mencabut pemberhentian 200 pengemudi sebagai agenda utama. Pasalnya tarif yang kini dijadikan bahan tuntutan sudah berlaku sejak Maret tahun lalu.
"Tarif kita yang Rp1.500 itu sudah ada sejak Maret (2016) lalu. Tapi tidak apa-apa, kita pertimbangkan protes mereka," kata Ridzki di markas Grab di Plaza Lippo Kuningan, Jakarta, Kamis (5/1).
Selain itu, dari penelusuran tim Grab terhadap 200 nama yang diajukan oleh demonstran, semuanya terbukti melakukan kecurangan yang berakibat pemutusan hubungan kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama angkanya bukan 200, di data kita ada 197 nama. Lalu kecurangannya berupa penggunaan
fake booking,
fake GPS, dan aksi intimidasi sesama pengemudi untuk ikut aksi mogok," terang Ridzki.
 Empat tuntutan para pengemudi GrabBike (Foto: CNN Indonesia/Laudy Gracivia) |
Fake booking merupakan trik untuk membuat seolah-olah pengemudi menerima pesanan walau sebenarnya tidak melakukan apa pun. Sedangkan teknik fake GPS menipu lokasi pengemudi sehingga aplikasi akan membaca sang pengemudi berada paling dekat dengan calon penumpang yang melakukan pesanan.
Ridzki tidak mau memberi kesempatan kedua bagi pelanggar tersebut karena menurutnya merugikan semua pihak. Namun ia juga tak bisa mengungkap ke publik bukti pelanggaran tersebut.
Jobing, juru bicara peserta unjuk rasa GrabBike, berargumen teman-temannya yang diberhentikan justru karena terlibat aktif dalam aksi mogok bertajuk 'One Day No Bid' pada 16 Desember lalu.
Ia bahkan menuding pihak perusahaan cenderung mengekang ekspresi para mitra pengemudi. Hal itu tertuang dalam kode etik pengemudi yang diterbitkan Grab Indonesia kepada pengemudinya.
Dalam poin 60 kode etik itu, tertulis:
"Memprovokasi driver lain untuk melakukan kegiatan yang dapat merugikan perusahaan (demonstrasi, razia, dsb.)."Aturan tersebut masuk ke dalam kategori pelanggaran berat dengan hukuman pemutusan hubungan kemitraan. Namun Ridzki menegaskan kembali bahwa tak ada ampun bagi para pelaku kecurangan tadi.
"Sepupu saya bahkan terbukti pakai fake booking dan sekarang juga diberhentikan," pungkas Ridzki.
(tyo)