Kominfo: Pemblokiran Telegram untuk Kedaulatan Negara

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Selasa, 18 Jul 2017 06:57 WIB
Kominfo mengaku sudah melakukan kajian tentang Telegram sejak Maret dan berkirim surel hingga enam kali, namun tidak ada tanggapan.
Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan usai Konferensi Pers mengenai Pemblokiran Akses Situs Telegram, Senin (17/7). (Foto: CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menerangkan bahwa pihaknya telah melakukan kajian yang cukup lama hingga akhirnya memblokir 11 DNS Telegram pada Jumat (14/7).

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan Senin (17/7), Dirjen Aptika Semuel Abrijani Pangerapan, menerangkan bahwa Kominfo telah berkirim surel dengan pihak Telegram sebanyak enam kali dan tidak mendapatkan respons sama sekali.

Di sisi lain, Telegram mengakui bahwa pihaknya telat dalam merespon permintaan pemerintah. Oleh sebab itu, CEO Telegram Pavel Durov sempat meminta maaf kepada Menkominfo Rudiantara.

"Kalau bisa saya katakan kita sudah mengkaji dan memonitor ini sejak Maret. Tapi dari pihak Telegram memang mengakui mereka merespon terlambat permintaan kita… Kita sudah berkirim surel hingga enam kali, tapi nggak ada jawabannya ya. Nah ternyata dari metodenya mereka berbeda. Mereka pakai metode sistem. Nah tapi kita nggak tahu, kita ini didengar atau tidak? Tidak ada feedback," terang Samuel kepada awak media.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa Kominfo terpaksa menutup situs Telegram terlebih dahulu karena layanan melalui website memungkinkan pengguna berkirim informasi dalam jumlah yang lebih besar dan dalam bentuk yang lebih beragam. Pemblokiran tersebut juga sebagai peringatan keras dan cara pemerintah untuk menegakkan kedaulatan negara.

"Ini sebagai peringatan keras [untuk penyelenggara OTT], makanya kita buat ini. 'Tolong dong berkoordinasi dong untuk masalah yang berbahaya ini’. Kami juga tidak ingin memantau masyarakat. Kita hanya ingin memantau yang punya niat ingin merusak tatanan dan keamanan negara dan kita ingin menegakkan kedaulatan saja," lanjut Semuel.

Sementara itu, ia berharap komunikasi dengan Telegram bisa semakin intens agar terjalin pengertian dua arah yang baik. Sehingga, pemerintah tak harus menutup aplikasi chat yang terakhir diketahui memiliki 100 juta pengguna di seluruh dunia tersebut.

Semuel berharap Telegram mau menghargai peraturan-peraturan yang diterapkan 'tuan rumah' di Indonesia.

Sekadar informasi, Kominfo melakukan pemblokiran setelah berkoordinasi dengan BNN dan BNPT terkait konten bernada radikalisme dan terorisme. Menurut temuan kedua lembaga tersebut, Telegram hampir selalu digunakan oleh pelaku terorisme di Indonesia yang sudah tertangkap.

"Ini adalah kejadian-kejadian teroris yang terjadi pada 2015-2017," ujar Semuel sambil menunjukkan insiden terorisme di slide-nya.

"Ini adalah kejadian yang sudah kita tangani, ini mereka semua pelakunya menggunakan aplikasi ini. Hanya dua dari tersangka yang tertangkap ini yang tidak menggunakan telegram. “

[Gambas:Video CNN] (evn)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER