Jakarta, CNN Indonesia --
Terdapat ketidakpastian mengenai program smart city di daerah. Sehingga, banyak daerah yang mengklaim telah menjadi smart city. Mereka pun membandingkan diri dengan kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumartono menyebutkan hal ini terjadi karena tidak ada standar yang memandu klaim tersebut.
Hal ini disampaikan Soni dalam acara diskusi seputar smart city. Acara yang bertajuk ‘Smart City: Menembus Batas Komunikasi, Membangun Indonesia’ ini digelar di Hotel Sahid Jaya pada Rabu (24/8).
Untuk itu, Soni menyebutkan pihaknya tengah merancang regulasi berupa peraturan presiden (perpres) terkait penerapan
smart city ini. Soni mengatakan bahwa
draft perpres ini tengah digarap oleh tim inti yang terdiri dari Kemenpan, Kominfo, Bappenas, dan UGM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menargetkan
draft ini akan selesai bulan depan. Hingga saat ini, UGM telah merivisi rancangannya dua kali dan berjanji akan menyelesaikannya sesuai jadwal.
"Kami targetkan selesaikan bulan depan. Jika tidak bisa disahkan bulan depan berarti bukan karena persiapannya, tetapi mungkin karena jadwal Pak Presiden," terang Soni.
Ia pun meminta kalangan akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas smart city memberi masukan masukan terkait regulasi tersebut.
Dia berharap Perpres itu akan memberikan panduan yang jelas tentang smart city. Perpres ini juga bisa mengintegrasikan berbagai pihak dalam pengembangan smart city, e-government, dan one data.
“Smart city adalah kunci sukses terbentuknya Indonesia smart nation. Maka, saya berharap daerah bisa saling bersinergi, bukan berkompetisi, untuk membangun smart city. Karena ini bukan hanya untuk kepentingan daerahnya saja,” kata dia.
Soni berharap bahwa ketika sebuah daerah telah berhasil mengembangkan satu aplikasi untuk menyelesaikan masalah di daerah tersebut, maka aplikasi tersebut bisa dibagikan kepada wilayah lain. Dengan begitu, anggaran pengembangan dan sistem smart city di kota lainnya di Indonesia menjadi lebih efisien.
“Nah nanti itu menjadi tugasnya pak Dirjen APTIKA, Pak Semuel untuk membagikan aplikasi sukses dari satu daerah ke daerah lain. Karena teknologi itu sifatnya memang enabler,” tambah Soni.