
Soal Saracen, Rudiantara Minta Medsos Ikut Tanggungjawab
Selasa, 29 Agu 2017 09:10 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk mengatasi penyebaran konten negatif seperti dilakukan kelompok Saracen, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara meminta platform penyedia layanan media sosial (medsos) untuk ikut bertanggungjawab dalam mengawasi konten negatif di dunia maya.
Menurutnya, pengawasan konten negatif tidak bisa jika hanya dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum.
"Platform juga bertanggungjawab. Platform ada di Indonesia karena mau berbisnis kan pada umumnya. Kalau mereka mau bisnis, harusnya concern dengan stabilitas ekonomi, politik, sosial semuanya," kata Rudiantara, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/8).
Saracen memiliki 800.000 akun di media sosial untuk menyebarkan berita bohong (hoax) dan konten-konten berisi ujaran kebencian. Saracen menawarkan jasa kepada sejumlah klien, dengan tarif hingga puluhan juta rupiah.
Menurutnya, sejak bulan Juli platform seperti Facebook, Google, Twitter, hingga Telegram telah diminta kembali untuk memprioritaskan permintaan pemerintah untuk menutup akun-akun yang memuat konten negatif. "Telegram memberikan kontak dan servis level agreement, itu yang kita minta. Platform lain, FB, Twitter, ada service level."
Sebab sebelumnya, penyedia medsos hanya memenuhi 50 persen permintaan pemerintah terkait konten negatif.Platform penyedia media sosial pun, kata Rudiantara, dapat lebih cepat mengantisipasi akun konten negatif yang muncul. Sebab, mengatasi konten ini pemerintah mengaku cukup kewalahan.
"Kami bersama dengan Kepolisian seperti kejar-kejaran. Akun ini ditutup, dibikin akun lain. Karenannya, yang mengetahui di balik akun ini siapa, informasinya ya platform. Jadi, kami kejar ke platform," ujarnya.
Terkait aktor intelektual di balik Grup Saracen, Presiden Joko Widodo telah memanggil Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk melakukan pencarian. Hingga kini, Polisi telah menangkap tiga orang tiga orang pengelola Saracen, yakni JAS (32), MFT (43), dan SRN (32), di tiga lokasi berbeda, Rabu (23/8).
"Kami lakukan bersama dengan Polri, atas perintah presiden kemarin sore," katanya.
Menurutnya, pengawasan konten negatif tidak bisa jika hanya dilakukan pemerintah dan aparat penegak hukum.
"Platform juga bertanggungjawab. Platform ada di Indonesia karena mau berbisnis kan pada umumnya. Kalau mereka mau bisnis, harusnya concern dengan stabilitas ekonomi, politik, sosial semuanya," kata Rudiantara, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/8).
Saracen memiliki 800.000 akun di media sosial untuk menyebarkan berita bohong (hoax) dan konten-konten berisi ujaran kebencian. Saracen menawarkan jasa kepada sejumlah klien, dengan tarif hingga puluhan juta rupiah.
Menurutnya, sejak bulan Juli platform seperti Facebook, Google, Twitter, hingga Telegram telah diminta kembali untuk memprioritaskan permintaan pemerintah untuk menutup akun-akun yang memuat konten negatif. "Telegram memberikan kontak dan servis level agreement, itu yang kita minta. Platform lain, FB, Twitter, ada service level."
Sebab sebelumnya, penyedia medsos hanya memenuhi 50 persen permintaan pemerintah terkait konten negatif.Platform penyedia media sosial pun, kata Rudiantara, dapat lebih cepat mengantisipasi akun konten negatif yang muncul. Sebab, mengatasi konten ini pemerintah mengaku cukup kewalahan.
"Kami bersama dengan Kepolisian seperti kejar-kejaran. Akun ini ditutup, dibikin akun lain. Karenannya, yang mengetahui di balik akun ini siapa, informasinya ya platform. Jadi, kami kejar ke platform," ujarnya.
Terkait aktor intelektual di balik Grup Saracen, Presiden Joko Widodo telah memanggil Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) untuk melakukan pencarian. Hingga kini, Polisi telah menangkap tiga orang tiga orang pengelola Saracen, yakni JAS (32), MFT (43), dan SRN (32), di tiga lokasi berbeda, Rabu (23/8).
"Kami lakukan bersama dengan Polri, atas perintah presiden kemarin sore," katanya.
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK