Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop) mengaku belum mendengar soal keluhan pemerasan yang dilakukan koperasi terhadap pengemudi transportasi online.
Hal ini diungkap oleh Deputi Produk dan Pemasaran Kemenkop, I Wayan Dipta. Saat ditemui
CNNIndonesia.com, Wayan mengaku masih belum tahu apakah ada laporan yang masuk mengenai koperasi nakal. Namun, jika koperasi terbukti hanya menjadi "pungli berdasi", maka Kemenkop bisa membubarkan koperasi. Itu adalah sanksi paling berat yang bisa dijatuhkan Kemenkop.
"Kalau memang koperasinya tidak benar ya bisa.
Kan banyak ya koperasi yang kita bubarkan. Kayak Cipaganti, Langit Biru kita bubarkan.
Kan ada orang-orang nakal, itu pasti," kata dia saat ditemui usai acara UKM Goes Online, di Kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, pekan lalu (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, sejumlah pengemudi taksi
online mengeluhkan bahwa koperasi yang menaungi mereka hanya menarik iuran dari pengemudi tanpa melakukan laporan atau Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Lebih lanjut, Wayan menyebutkan kalau sanksi tidak akan serta merta dijatuhkan. Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Koperasi akan turun untuk mencermati permasalahan, melihat laporan RAT dan lainnya, sebelum menjatuhkan sanksi.
"Kalau dilaporkan pada kami, pasti mereka akan turun, kalau ada masalah-masalah koperasi. Tetapi secara umum koperasi itu kan dari oleh untuk anggota jadi kekuatan koperasi itu dari anggota," kata Wayan.
Soal keluhan koperasi tak membagikan Sisa Hasil Usaha (SHU), Wayan menerangkan bahwa memang ada koperasi-koperasi yang pada awalnya tidak membagikannya karena uang tersebut digunakan untuk pemupukan modal.
"Kalau masalah SHU kan diatur dalam anggaran dasar dan rumah tangga. Jadi beberapa koperasi di awalnya, sekali lagi saya tekankan di awal, ada yang tidak membagikan hasil berdasarkan kesepakatan RAT," tegas Wayan.
"Ada yang begitu. Koperasi-koperasi yang baru awal itu mereka ngga mau bagi dulu, karena digunakan untuk cadangan pemupukan modal. Jadi, tergantung perjanjian," tambahnya.
Jika koperasi sudah melenceng dari perjanjian awal bahkan tak mengadakan RAT, maka seharusnya pengemudi berani melaporkan pada Kemenkop. Sebab, Wayan mengatakan bahwa koperasi memang harus memiliki pengawasan internal dan eksternal.
“Memang harus ada pengawasan internal dan eksternal. Kami dari pemerintah adalah pengawasan eksternal, dari dalam adalah pengawasan anggota,” kata dia.
Sementara itu, Kemenkop sendiri belum melakukan evaluasi terhadap koperasi yang menaungi pengemudi taksi
online. Mereka juga belum bisa menyebutkan angka pertumbuhan koperasi baru yang khusus dibuat sebagai dampak berlakunya aturan Permenhub Nomor 26 tahun 2017 mengenai transportasi
online.
Menurut Wayan, evaluasi terhadap koperasi yang menaungi taksi
online ini baru akan dilakukan tahun depan. Sebab, saat ini belum ada laporan pertumbuhan jumlah koperasi pengemudi
online lantaran regulasinya baru ditetapkan.
Ketentuan hukum yang mewajibkan koperasi sebagai badan hukum yang menaungi para pengemudi taksi
online ditetapkan lewat Permenhub Nomor 26 tahun 2017 pada April 2017. Aturan ini sempat digugat dan dianulir oleh MA pada Juli 2017. Oktober lalu, Kemenhub mengeluarkan aturan revisi soal transportasi
online yang tertuang dalam Permen 108 tahun 2017.
(eks)