Pemeras Para Pengemudi Taksi Online Itu Berkedok Koperasi

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Selasa, 21 Nov 2017 15:12 WIB
Pengemudi taksi online mengeluhkan kalau koperasi yang menaungi usaha mereka hanya menarik iuran tanpa mengakomodir kebutuhan mereka.
Ilustrasi: Pengemudi taksi online mengeluhkan fungsi dan peran koperasi. (dok. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Regulasi Permenhub Nomor 26 tahun 2017 mengenai transportasi online yang mengharuskan pengemudi bergabung sebagai anggota koperasi ternyata mulai menuai kontroversi. Alih-alih memudahkan operasional pengemudi, keberadaan koperasi justru tak ubahnya aksi premanisme yang memeras korbannya.

Padahal, jika menilik pada aturan pemerintah, koperasi seharusnya menjadi wadah yang menaungi bisnis para pengemudi taksi online. Misal, salah satu fungsi koperasi ini menurut Permenhub Nomor 26 tahun 2017, bisa mempermudah aturan balik nama STNK. Sehingga, STNK bisa tetap menggunakan atas nama pribadi.

Tapi, pengemudi mengeluhkan koperasi yang mereka ikuti hanya menjadi sarana untuk memeras uang, tanpa terasa manfaatnya. Hal ini seperti diungkap Bintang, salah satu pengemudi taksi online di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, koperasi sama sekali tidak membantu ketika pengemudi tengah menghadapi masalah. Selain itu, koperasi juga tidak pernah mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), transparansi laporan keuangan kepada anggota, atau memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART).

"Kita hanya diminta uang aja tapi jika kita ada masalah dengan perusahaan, koperasi diam. Bahkan, koperasi tidak pernah mengadakan RAT sesuai dengan dasar dasar hukum koperasi,” cerita Bintang kepada CNNIndonesia.com, pekan lalu (16/11).

Ia mengutarakan sejauh ini bukan hanya satu atau dua koperasi saja yang beroperasi dengan cara seperti itu. Menurutnya, hampir semua koperasi yang menaungi pengemudi taksi online bermain 'nakal'.

"Banyak, hampir semua. Koperasi tingkat nasional seperti PRRI (Perkumpulan Pengusaha Rental Indonesia) seperti itu, jadi di Jakarta atau daerah sama saja seperti itu (praktiknya)," ujarnya.

Pilih bungkam 

Meski sudah mengetahui tindakan ini, menurutnya sejauh ini tak ada pengemudi yang berani melaporkan aksi premanisme koperasi terhadap mitra pengemudi taksi online itu.

Menurutnya, salah satu alasan pengemudi enggan melapor lantaran tidak mengetahui apakah aksi tersebut dilegalkan atau tidak. Sehingga mereka takut akun mereka malah ditangguhkan (suspend) oleh penyedia aplikasi tempat mereka mendulang rupiah.

"Temen temen driver kebanyakan takut jika melaporkan (nanti) di-suspend. Yang kedua banyak driver yang (mengaku) tidak mengerti juga,” tambahnya.

Keluhan serupa juga sempat diutarakan Ketua Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen. Ia mengatakan keberadaan koperasi yang menaungi para pengemudi taksi online saat ini tidak laik. Sebab, menurutnya koperasi itu hanya menarik iuran dari pengemudi tanpa ada transparansi laporan.

Bintang mengungkap aksi premanisme inilah yang membuat pengemudi taksi online enggan berada di bawah naungan koperasi.
 
“Banyak koperasi yang bekerja sama dengan transportasi online tidak mengikuti aturan-aturan dasar koperasi itu sendiri. Makanya banyak driver online yang tidak ingin masuk dalam koperasi karena menurut teman-teman, koperasi transportasi online hanya meras duit driver aja,” tutupnya.

Sementara itu, Bintang mengaku sudah menyampaikan secara lisan keluhan ini kepada Kementerian Koperasi yang menaungi koperasi pengemudi online. Meski demikian, ia mengaku belum menyampaikan keluhan tersebut secara tertulis. (eks/evn)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER