Timbang-timbang Soal Hapus Ojek 'Online'

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Sabtu, 27 Jan 2018 13:50 WIB
Sejumlah alasan membayangi soal pertimbangan untuk menghapus ojek online sebagai bagian dari transportasi umum.
Ilustrasi pengendara ojek 'online' (CNN Indonesia/Andito Gilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Iskandar Abubakar, pewakilan dari Masyarakat Transportasi Indonesia menyatakan bahwa ojek online mustahil dihapus dalam jangka waktu dekat. Pasalnya, meski disebut membawa banyak masalah, ojek online di tanah air memiliki dampak ekonomi yang sangat masif.

Menurut perhitungannya, pengendara Gojek saja menyerap 500 ribu pekerja di Jakarta. Ini berarti pengendara Gojek sudah menyerap lima persen penduduk Jakarta yang berkisar 10 juta.

“Pemerintah perlu mengambil langkah untuk apa yang mau dilakukan. Yang jelas langkah untuk menghapusnya akan sangat sulit. Itu sangat besar pengaruh ekonominya luar biasa," terangnya dalam diskusi Implementasi Regulasi Taksi Online, di Jakarta, Jumat (25/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Belum lagi pengusaha kecil dan menengah yang menjadi pedagang di GoFood dan tambahan pengemudi dari mitra aplikasi transportasi aplikasi ojek online lain.

"Jadi langkah untuk menghapus adalah pekerjaan yang sangat sulit dan rasanya sangat tidak mungkin untuk jangka pendek," tambahnya.

Ojek kurang aman

Iskandar mengusulkan, untuk mengurangi dampak meluasnya penggunaan layanan ojek yang dinilai membahayakan maka pemerintah mesti mengembangkan angkutan umum massal.

“Berdasarkan data Polantas itu 72 persen kecelakaan lalu lintas karena sepeda motor. Artinya parah," jelas Syafrin Liputo, Kasubdit Angkutan Orang Ditjen Angkutan Darat Kemenhub, dikesempatan yang sama.

"Kita paham bahwa pengendara sepeda motor itu lebih banyak tidak disiplinnya daripada disiplinnya,” tambah Syafrin.

Alih-alih fokus terhadap legalisasi ojek online, Syafrin mengatakan bahwa Kemenhub akan memperbaiki kualitas angkutan perkotaan. Menurut dia, Kemenhub akan memberikan subsidi yang belum disebut angkanya untuk sistem pembangunan angkutan kota.

“Kami memang mulai 2019 akan mendorong pengembangan system angkutan dalam perkotaan yang mana kita akan mencontoh mekanismenya Jakarta yaitu by service, jadi nanti kita akan alokasikan subsidi angkutan perkotaan,” terang dia.

Sebab, angkutan umum massal yang menggunakan kendaraan roda empat atau lebih dinilai lebih aman bagi penumpang ketimbang roda dua. Iskandar pun menyatakan jika program angkutan umum massal ini sudah terlaksana, maka masyarakat akan berpikir ulang untuk menggunakan ojek online.


Terbentur undang-undang

Bukan cuma masalah keamanan penumpang dan dampak ekonomi yang besar, nasib ojek di mata hukum pun masih tak jelas. Sebab dalam Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor merupakan angkutan perorangan dan tidak bisa dijadikan angkutan umum.

Sementara itu, revisi UU LLAJ sendiri dilaporkan tak masuk Program Legislasi Nasional 2018. Kemungkinan baru akan direvisi di tahun berikutnya. Kajian mengenai kendaraan roda dua sebagai angkutan umum masih terus bergulir. Kementerian Perhubungan saat ini sedang mengkaji UU Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS).

Syafrin menjelaskan bahwa pemerintah saat ini sangat berhati-hati dalam menentukan nasib kendaraan roda dua. Sebab meski digunakan oleh banyak orang, angkutan ini rawan kecelakaan karena penggunanya yang kurang disiplin.

“Pemerintah hati-hati dalam menetapkan kendaraan roda dua sebagai angkutan umum. […] Begitu dia kendaraan perorangan, dia tidak bisa jadi kendaraan umum," jelasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa jika dipaksakan, regulasi itu akan membuat pemerintah mengabaikan perlindungan konsumen terhadap pengendara kendaraan roda dua. Sebab, tingginya angka kecelakaan sepeda motor dapat membahayakan konsumen ojek online sendiri.

Ia khawatir jika ojek online diatur sebagai angkutan umum, maka dimasa depan akan banyak anak usia produktif yang kehilangan orang tua akibat kecelakaan motor dan menjadi calon miskin baru. (eks)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER