Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Indonesia beberapa hari belakangan ini diresahkan informasi mengenai prediksi terjadinya gempa
megathrust berkekuatan maksimal 8,7 magnitudo di Jakarta yang disebut bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Humas BMKG, Hary T Djatmiko, dalam keterangannya pada
CNNIndonesia.com menjelaskan bahwa tidak benar jika BMKG disebut telah memprediksi akan terjadi gempa megathrust di Jakarta.
BMKG mengatakan bahwa meski para ahli mampu menghitung perkiraan magnitudo maksimum gempa di zona
megathrust, akan tetapi teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa megathrust tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita pun belum mampu memastikan apakah gempa megathrust M8,7 akan benar-benar terjadi, kapan, di mana, dan berapa kekuatannya?" tulisnya dalam keterangan yang diterima pada Jumat (2/3).
Dalam ketidakpastian tersebut, BMKG menyatakan bahwa perlu dilakukan adalah upaya mitigasi yang tepat, menyiapkan langkah-langkah kongkrit yang perlu segera dilakukan untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa seandainya gempa benar-benar terjadi, khususnya dengan cara menyiapkan kesiapan masyarakat maupun inftrastrukturnya.
Oleh karena itu, Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) berinisiatif menyelenggarakan diskusi dengan Pemprov DKI untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi gempabumi tersebut beberapa hari lalu.
"Jadi sebenarnya diskusi tersebut dirancang untuk kalangan terbatas, antara para pakar dan pemegang kebijakan, karena membahas hal yang cukup sensitif namun urgen untuk segera dilakukan langkah lanjut, sebagai bentuk tanggung jawab para pakar dalam memberikan layanan keselamatan publik di daerah rawan gempabumi," lanjutnya.
Sayangnya beberapa tulisan yang beredar viral, membawa kesimpulan diskusi yang kurang tepat dari sarasehan tersebut sehingga dimaknai berbeda oleh sebagian masyarakat.
Salah satu media menyatakan seolah-olah BMKG telah memprediksi bahwa akan terjadi gempa megathrust di Jakarta. Padahal, sarasehan itu hanya mencari solusi mitigasi jika gempa besar terjadi di wilayah DKI Jakarta.
BMKG menegaskan perlunya langkah konkrit untuk melakukan mitigasi bencana. Menjamin bangunan di Jakarta aman dari gempa. Artinya ketika terjadi gempa, bangunan tidak cepat runtuh sehingga dapat memberikan tenggang waktu yang cukup bagi penghuninya untuk menyelamatkan diri.
"Bangunan tahan gempa bukan berarti ketika terjadi gempa bangunan tidak rusak atau runtuh. Tapi bangunan tersebut tidak rusak atau runtuh seketika pada saat gempa terjadi," ujar Kepala BMKG Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc, Ph.D, seperti dikutip di situs resmi BMKG.
Upaya mitigasi ini juga dianggap perlu mengingat Indonesia berada di zona pertemuan lempeng tektonik aktif yang rawan gempa bumi. Berdasarkan hasil kajian para pakar gempabumi, zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang menunjam masuk ke bawah Pulau Jawa disebut sebagai zona megathrust di mana proses penunjaman lempeng masih terjadi dengan laju 60-70 mm per tahun.
Menurut analisis para pakar gempabumi, gerakan penunjaman lempeng tersebut mungkin mengakibatkan gempa megathrust dengan kekuatan/magnitudo maksimum yang diperkirakan dapat mencapai M8,7.
(eks)