Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan bahwa budaya berpola pikir ilmiah di Indonesia belum berkembang. Hal itu menurutnya karena komunikasi sains di masyarakat juga masih lemah.
Dalam sambutannya membuka peluncuran podcast 'Sains Sekitar Kita' pada Senin (2/4), di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Satryo mengatakan bahwa hal itu perlu segera diatasi. Sebab, pola pikir tersebut akan berpengaruh pada pembuatan kebijakan terutama oleh pemerintah.
"Mengapa pemimpin kita sering membuat kebijakan yang salah? Ya mohon maaf, itu karena pemimpin kita baik pejabat di daerah maupun pusat selalu membuat kebijakan tanpa berdasarkan sains," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menggarisbawahi bahwa pengetahuan dan budaya berpikir secara ilmiah tidak hanya semata-semata untuk mengembangkan ilmu itu sendiri tetapi juga dalam mewarnai kehidupan bermasyarakat.
"Pola pikirnya itu harusnya berbasiskan pada sains supaya sesuatu yang dikembangkan berlogika dan berdampak positif," ujarnya.
Peneliti sosial sekaligus Wakil Presiden Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Roby Muhammad pun sepakat dengan Satryo. Dia menambahkan bahwa permasalahan di dunia ini semakin ilmiah sehingga pola berpikir ilmiah mau tak mau harus segera digunakan.
Kendati demikian, Roby mengakui bahwa tidak mudah mengkomunikasikan isu sains kepada masyarakat Indonesia. Sebabnya adalah karena budaya sains masih baru di tanah air. Terlebih, pergeseran pola pikir itu juga membutuhkan waktu yang tak sebentar.
"Ini masalah komunikasi publik dan bukan hanya di Indonesia saja, di Amerika juga. Punya
mindset scientific itu susah dan butuh latihan lama karena ini bukan cara pikir natural," kata dia.
Dia berharap akan lebih banyak terjadi ruang-ruang percakapan antara masyarakat, ilmuwan dan jurnalis sebagai jembatan keduanya.
Penyampaian materi sains pun diharapkannya lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga timbul "konteks" pentingnya masyarakat mengetahui informasi tersebut.
"Kadang-kadang kurang drama saja kita sebagai ilmuwan. Seharusnya bagaimana sains itu tidak hanya menyediakan fakta tetapi juga memperlihatkan sisi manusia, alias ilmuwannya. Karena yang berada di balik penelitian itu pasti manusia dan pasti ada dramanya. Wartawan
please look harder untuk melihat dramanya," ungkapnya.
Pemerintah sendiri hingga saat ini seringkali membuat kebijakan atau ujaran yang tidak sesuai dengan hasil penelitian. Salah satunya adalah sambutan Anies Baswedan saat dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Senin (16/10/2017) silam.
Kala itu, Anies berjanji akan menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Jakarta. "Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan, kini telah merdeka, saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata Anies Baswedan.
Padahal menurut peneliti Eijkman Institute Profesor Herawati, tak ada seorang pun di dunia yang gennya 100 persen tidak mengalami percampuran dengan suku atau ras lain. Semua orang di Indonesia adalah imigran, bahkan tak ada genetika yang dominan di antaranya.
(age)