Kuala Lumpur, CNN Indonesia -- Tim Beehive Drone mengandaikan
drone ciptaan mereka sebagai layanan panggilan 'Grab' untuk merawat lahan pertanian.
"Ini layaknya Uber atau Grab buat pertanian," jelas Anindita Pradana Suteja, salah satu anggota tim Beehive dalam presentasinya di atas panggung final Asia Pasifik Imagine Cup 2018 di kawasan Kuala Lumpur City Center, Malaysia, Rabu (4/4).
Dengan layanan ini, petani tinggal memesan layanan drone Beehive menggunakan aplikasi untuk merawat lahan pertanian mereka. Drone pun akan dikirimkan lewat drone station yang sudah ditempatkan disekitar lahan.
Dengan demikian, petani tak perlu memiliki perangkat drone sendiri yang tentunya tak murah. Meski demikian, dalam presentasinya Beehive menyebut bahwa petani tidak menjadi sasaran awal dari solusi ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Social EnterpriseMereka akan menjadikan bisnis perkebunan sebagai langkah awal bisnis mereka. Langkah awal akan menyasar ke perusahaan perkebunan (business to business - B2B).
Utamanya bisnis minyak sawit. Selanjutnya, menyasar kebun karet, coklat, gula, kopi, tembakau. Setelah itu ditujukan kepada petani.
"Terdapat 11,9 juta hektar perkebunan sawit di Indonesia pada 2016. Dengan menghemat US$24/tahun per hektar, maka industri sawit akan menghemat US$283 juta/ tahun," ujarnya.
Pasalnya, mereka ingin mengembangkan inisiatif ini sebagai social enterprise. Sehingga, model bisnis yang dikembangkan pada intinya adalah untuk membantu kesejahteraan dan kesehatan petani.
Kesejahteraan ini diwujudkan dengan melakukan subsidi dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya. Dalam hal ini, subsidi dari pelanggan bisnis dan pemerintah, ke pelanggan petani mereka.
Mereka menilai cara bertani tradisional yang dilakukan petani saat ini tidak efisien dan berbahaya. Berbahaya karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang tidak berlebihan bisa membahayakan kesehatan petani, kesehatan konsumen, dan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Dengan solusi drone untuk lahan pertanian, mereka percaya bisa memberikan pemupukan, pengairan, dan pemberian pestisida yang lebih terukur. Dengan demikian jumlah bahan kimia yang digunakan bisa lebih efisien dan tak terlalu membahayakan.
Usai melakukan presentasi layanan drone pertanian mereka, para juri menghujani dengan pertanyaan tajam. Salah satu juri meragukan apakah solusi ini benar-benar akan dipakai oleh petani.
Presentasi Depan JuriSeorang juri mempertanyakan apakah Beehive sudah menguji ide mereka ini dengan petani. Menjawab hal tersebut, Beehives menjawab bahwa petani hanya perlu menyewa layanan mereka saat dibutuhkan saja.
Mereka pun baru berbicara dengan beberapa petani saja. Namun, mereka telah berbicara dengan periset dan akademisi.
Tim Beehive Drone terdiri dari empat mahasiswa pascasarjana Universitas Alliance Manchester Business School, Inggris. Keempatnya adalah Ishak Hilton Pujantoro, Muhamad Randi Ritvaldi, Anindita Pradana Suteja, dan Albertus Gian sebagai mentor mereka. Mereka berkompetisi dengan 15 tim dari 9 negara lain di Kuala Lumpur Malaysia hari ini di panggung final Asia Pasifik menghadiri final
Imagine Cup 2018 Microsoft.
Mereka berkompetisi untuk memperebutkan gelar jawara Imagine Cup tingkat Asia Pasifik di Kuala Lumpur, Malaysia. Imagine Cup sendiri adalah kompetisi tahunan yang telah digelar Microsoft sejak 2003.
Pemenang kawasan Asia Pasifik ini nantinya akan diboyong ke Seattle, Amerika Serioat untuk bertanding di tingkat dunia. Pemenang dunia akan mendapat US$100 ribu.
Dalam acara ini, Indonesia diwakili oleh dua tim, Beehive Drone dan Taleus. Keduanya menawarkan solusi teknologi untuk sektor agrikultural. Tim Beehive mendapat kesempatan pertama untuk tampil disusul oleh tim Taleus pada sesi di siang hari.
(age)