Jakarta, CNN Indonesia -- Proses penggelaran kabel optik bawah laut proyek
Palapa Ring Timur diproyeksikan tak rampung tepat waktu seperti yang ditargetkan pada September mendatang. Direktur utama PT Palapa Timur Telmatika Leon Kakisina menduga keterlambatan ini disebabkan oleh jadwal produksi kabel optik oleh PT Communication Cable Systems Indonesia (CCSI) yang meleset dari target.
CCSI sendiri merupakan produsen kabel optik dalam negeri yang bertanggung jawab memasok 1.196 kilometer kabel optik bawah laut untuk proyek Palapa Ring Timur.
"Makin kepepet waktunya dari grup dan manajemen. Sebetulnya rencana kami untuk CCSI agak terlambat juga sedikit produksinya. Kami cari langkah-langkah agar tidak terlambat," ungkap Leon kepada awak media saat ditemui di Cilegon, Banten, Selasa (5/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini pihaknya tetap berupaya membentangkan kabel optik agar tetap sesuai jadwal awal yakni rampung pada September dan mulai beroperasi di akhir 2018. Salah satu upaya yang ditempuh yakni dengan menambah kapal untuk menggelar kabel di jalur Tiakur - Saumlaki, dan Dobo - Timika.
Dibanding proyek barat dan tengah, Palapa Ring Timur tergolong yang paling berat jika dilihat dari total panjang jaringan mencapai 8.500 km dan menjadikannya sebagai yang terpanjang dari seluruh proyek palaya ring.
Paket Timur rencananya disiapkan untuk menjangkau 35 kabupaten di wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur (2 kabupaten), Maluku (3 kabupaten), Papua (23 kabupaten), dan Papua Barat (7 kabupaten).
Kondisi geografis di area timur Indonesia terhitung jadi yang paling menantang untuk membangun tulang punggung infrastruktur telekomunikasi. Salah satunya adalah kedalaman laut di area Timur lebih dalam daripada area Barat.
"Rata rata kedalaman laut di barat itu di bawah 100 meter. Kalau di Timur bisa sampai 1700 sampai 2000 meter. Cara penanganannya agak berbeda," ujar Leon.
Akibatnya, awak kapal harus ekstra hati-hati saat proses membentangkan kabel bawah laut. Jika terjadi keselahan, maka kabel menjadi rentan terbelit di kedalaman laut yang mencapai dua kilometer tersebut.
"Itu kecepatan kapal dan kecepatan alat penggelaran kabel harus dijaga. Ini kan 1,7 km ke dalam, maka mereka jaga terus. Agar tidak terjadi belitan kabel dari kapal ke bawah. Harus terjaga agar kabelnya tidak terbelit di bawah," jelasnya.
Agar kabel tidak rusak ketika dibentangnya, Leon menyebut pihaknya menggandeng Hidro-Oseanografi untuk melakukan pemetaan terhadap kabel dan membantu kapa saat melepas jangkar di area kabel optik. Pemetaan ini dilakukan bisa dilakukan hanya untuk kapal yang telah dibekali sistem pelacakan Automatic Identification System (AIS).
"Untuk kapal yang tidak memiliki AIS harus dilakukan monitoring dan patroli agar tidak sembarangan membuang jangkar yang bisa membuat kabel putus," ucapnya.
(evn)