Jakarta, CNN Indonesia -- Para pegawai
Google murka mendengar isu perusahaan teknologi itu akan merancang mesin pencari yang memenuhi kriteria sensor
pemerintah China.
Google sendiri saat ini sedang berupaya menyetop kebocoran dan konflik yang mulai muncul di dalam perusahaan mereka dengan membatasi akses para pegawai pada dokumen terkait proyek tersbut.
"Akses semua orang pada dokumen-dokumen itu dihentikan dan hanya bisa diaktifkan kembali lewat sumber terbatas," demikian menurut laporan The Intercept.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para petinggi perusahaan juga sama sekali tidak mengeluarkan reaksi sehingga banyak yang kecewa dan takut... Situs meme internal dan Google Plus kami penuh perbincangan soal ini dan orang-orang penuh kemarahan."
Delapan tahun lalu Google menarik teknologi peramban mereka dari China karena sensor yang diterapkan pemerintah China, tapi saat ini mereka sedang mengerjakan proyek yang diberi kode "Dragonfly", demikian menurut seorang pegawai Google yang namanya tidak mau diungkapkan, kepada AFP.
Proyek mesin pencarian ini -- yang bisa menyaring topik tertentu -- bisa diuji coba menggunakan jaringan internal Google, demikian penuturan para pegawai.
"Ada banyak kemarahan di dalam perusahaan. Beberapa orang sangat murka kami meneruskan proyek ini," ujar sumber AFP.
Juru bicara Google menolak untuk mengonfirmasi atau membantah keberadaan proyek tersebut.
"Kami menyediakan sejumlah aplikasi di China, seperti Google Translate dan Files Go, membantu para pengembang aplikasi di China, dan juga menyalurkan investasi dengan nilai besar di perusahaan China seperti JD.com," ujar Taj Meadows kepada AFP.
"Namun kami tidak berkomentar soal spekulasi rencana-rencana di masa depan."
Tahun ini, raksasa teknologi ini sering mendapat sorotan dari pegawai mereka sendiri karena menandatangani kontrak senilai US$10 juta dengan militer Amerika Serikat. Setelah muncul petisi yang ditandatangani ribuan pegawai Google, perusahaan itu tidak memperbarui kontrak tersebut.
Laporan Bloomberg pada Jumat mengatakan bahwa Google melakukan serangkaian upaya untuk kembali menembus pasar di China, termasuk di antaranya dengan mencari mitra lokal seperti Tencent Holdings, untuk membangun pusat data dan jasa layanan internet cloud.
Raksasa-raksasa teknologi AS telah lama kesukaran berbisnis di China, negara yang kerap memblokir isu-isu sensitif seperti pembantaian Tiananmen 1989.
Situs Twitter, Facebook, YouTube dan The New York Times juga hingga saat ini diblokir di China, meski mesin pencari Bing milik Microsoft bisa terus beroperasi.
Pada awal 2010, Google mematikan mesin pencarinya di China setelah terjadi pertikaian soal isu sensor dan peretasan.
Google menyatakan ada serangan siber pada akun-akun surat elektronik yang berbasis di Gmail milik para aktivis hak asasi manusia.
Namun Google sendiri masih menempatkan 700 pegawainya di tiga kantor di China untuk mengerjakan proyek lainnya.
(vws)