Jakarta, CNN Indonesia --
Google terus berusaha untuk kembali hadir di China dengan meluncurkan produk mesin pencari ramah sensor. CEO
Sundar Pichai secara terbuka mengaku bahwa Google telah mempertimbangkan meluncurkan kembali mesin pencariannya di China setelah ditarik delapan tahun lalu.
Pichai mengatakan adalah misi Google untuk menyediakan informasi ke semua orang. Proyek penghidupan kembali Google di China ini diberi kode "Dragonfly".
"Alasan kami melakukan proyek internal sudah bertahun-tahun karena kami sudah keluar dari pasar (China). Kami ingin belajar bagaimana rasanya jika Google ada di China," tutur Pichai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengklaim kehadiran Google di Negeri Tirai Bambu untuk melayani 99 persen pertanyaan pengguna dengan lebih baik. Disamping merambah area lain yang disebut Google bisa memberikan informasi lebih baik dari apa yang saat ini sudah tersedia.
Pichai mengatakan Dragonfly bisa memberi potensi pemaparan yang lebih luas ke dunia. Oleh karena itu ia mendorong Google untuk masuk ke China.
"Kami terdorong dengan misi kami untuk memberikan informasi ke semua orang dan China 20 persen dari populasi dunia," kata Pichai.
Di sisi lain, proyek Dragonfly mendapat penolakan dan memicu amarah karyawan Google karena perusahaan dinilai harus berkompromi untuk menyenangkan pejabat China. Oleh karena itu, Pichai berhati-hati dalam menekankan bahwa proyek ini adalah keputusan yang membebani Google.
"Orang-orang tidak sepenuhnya memahami, tetapi Anda selalu menyeimbangkan serangkaian nilai. Nilai-nilai tersebut termasuk menyediakan akses ke informasi, kebebasan berekspresi, dan privasi pengguna. Tapi kami juga mengikuti aturan hukum di setiap negara," katanya .
Pichai mengatakan sudah saatnya bagi Google untuk mengevaluasi penarikan mesin pencariannya dari China delapan tahun lalu. Ia mendeskripsikan pasar China indah dan inovatif.
"Kami ingin mempelajari bagaimana jadinya jika kami berada di China, jadi itulah yang kami bangun secara internal. Mengingat betapa pentingnya pasar dan berapa banyak pengguna di sana. Kami merasa berkewajiban untuk berpikir keras tentang masalah ini dan mengambil pandangan jangka panjang," tutur Pichai seperti dilansir Wired.
Perusahaan yang berbasis di Silicon Valley, California, AS ini dilaporkan melakukan serangkaian upaya untuk kembali menembus pasar di China, termasuk di antaranya dengan mencari mitra lokal seperti Tencent Holdings, untuk membangun pusat data dan jasa layanan komputasi awan.
Selain Google, sejumlah perusahaan teknologi AS kesulitan melakukan bisnis di China karena pemerintah negara ini memproteksi negara dan warganya dengan memblokir isu-isu sensitif seperti pembantaian Tiananmen 1989. Situs Twitter, Facebook, YouTube dan The New York Times hingga saat ini masih diblokir di China, sementara mesin pencari Bing milik Microsoft bisa terus beroperasi.
(jnp/evn)