Jakarta, CNN Indonesia --
Machine learning saat ini digunakan untuk mengidentifikasi apakah sebuah
file asing termasuk
malware atau tidak.
Machine learning membuat model untuk mengidentifikasi sebuah
file executeable.
Model ini dibuat setelah mesin dilatih terhadap berbagai bentuk
file executeable yang sudah dimasukkan dengan indikator-indikator
file malware dan tidak.
"
Machine learning itukan bekerja berdasarkan algoritma, sehingga pola apa saja yang dikira merupakan serangan
malware, dia akan langsung mengidentifikasinya," jelas konsultan dari ESET Indonesia Yudhi Kukuh dalam konferensi pers Tantangan Keamanan Siber Di Industri 4.0, Hotel Crown Plaza, Jakarta (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Yudhi juga menjelaskan bahwa jumlah serangan
malware lebih banyak ketimbang serangan
hacking. Ada lima hal yang mendasari hal tersebut.
Pertama, serangan
malware butuh usaha yang lebih sedikit. Sebab, pada dasarnya
malware merupakan sebuah program yang pendek. Sehingga penyerang biasanya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk membuat
malware.
Kedua, membuat
malware tak banyak biaya, sebab pembuat hanya butuh koneksi internet dan perangkat. Ketiga, tak seperti hacking, penyerang
malware biasanya bekerja secara diam-diam. Sehingga, mereka banyak membuat teknik penipuan untuk agar pengguna sendiri yang tertarik untuk membuka file berisi
malware yang mereka kirim.
"
Hacking itu biasanya kayak mengedor-gedor targetnya supaya mereka bisa masuk (terserang), berbeda dengan
malware yang biasanya itu bekerja secara diam-diam [...] (mereka sering membuat) semacam
click bait."
Keempat, pengguna biasanya tidak sadar kalau perangkatnya sudah terkena
malware. Kelima, serangan tidak hanya menyasar satu target, tapi menyebar. Pembuat
malware juga mengambil keuntungan dari setiap target yang terkena serangan.
(jef/eks)