Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (
Kominfo) menyebutkan laporan kecurangan (
fraud) dari sektor ride-hailing masih rendah. Dari 2.615 laporan kecurangan yang masuk ke Kominfo sepanjang 2018, hanya satu persen laporan kecurangan yang berasal dari sektor ride-hailing.
Kepala Subdirektorat Penyidikan Kominfo Teguh Arifiyadi mengatakan hanya sekitar 10 laporan kecurangan ride-hailing yang terlapor ke Kominfo. Salah satu alasannya adalah nominal kerugian yang kecil membuat korban malas untuk melapor.
Korban memiliki pola pikir lebih memilih menerima ganti rugi daripada harus mengambil jalur hukum. Korban baru mulai mengambil jalur hukum apabila kerugian sudah di atas Rp500 ribu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama nominal yang kecil membuat masyarakat kenapa harus lapor. kedua habit orang Indonesia itu kan gampang memaafkan ya sudah selesai," kata Teguh usai acara peluncuran Grab Defence di Plaza Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (13/3).
Teguh mengatakan aplikator juga seringkali lebih memilih untuk mengganti kerugian korban daripada memperbaiki sistem keamanan. Padahal Kominfo lebih berharap agar aplikator meningkatkan sistem keamanan sebagai tahap lanjutkan untuk menangkal kejadian fraud yang sama.
"Sebetulnya bukan perkara respon cepat uang kembali tapi bagaimana ke depannya platform memperbaiki sistemnya," kata Teguh.
Teguh mengatakan UU ITE sesungguhnya telah mengatur agar aplikator memastikan sistem keamanan platform berjalan dengan baik. Dalam UU ITE juga mengatur soal tindakan fraud.
Oleh karena itu ia mengatakan penegakkan hukum kecurangan bisa lebih diterapkan untuk memproses pelaku fraud.
"UU ITE mewajibkan penyelenggara sistem untuk memastikan sistemnya aman, handal dan bertanggung jawab. Misalnya ada tindakan fraud UU ITE sudah mengatur, beberapa pasal ada larangan memanipulasi termasuk Fake GPS dan membuat akun palsu," kata Teguh.
(jnp/age)