Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat menyebut
Twitter tak membendung semua cuitan
bot dalam perhitungan topik yang menjadi tren (
trending topic) mereka. Sebab, penyaringan yang dilakukan media sosial itu terbatas pada akun bot yang menyebarkan spam atau cuitan sampah, seperti disebutkan oleh Ismail Fahmi, founder mesin ais medsos
Drone Emprit.
Menurutnya, Twitter masih belum berhasil mendeteksi cuitan lewat akun bot yang disebar dengan teknik perilaku tidak autentik yang terkoordinasi (
coordinated inauthentic behavior).
Sehingga klaim Twitter yang menyebut saat ini telah berhasil membendung akun bot dalam perhitungan
trending topic bisa dikatakan berhasil dalam beberapa level tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal Twitter sudah bisa menyaring bot, memang dalam level tertentu benar. (Sebab) akun-akun yg mengirim twit spam akan diblokir otomatis," jelas Ismail saat dihubungi via pesan teks, Rabu (24/4).
Hal ini diungkap Ismail menanggapi klaim Twitter yang menyebut bahwa mereka tak menghitung akun bot dalam perhitungan
trending topic di platform tersebut.
"Namun bot-bot yang digunakan di kampanye ini relatif bisa mengakali, dengan membuat
tweet-tweet (yang) seolah-olah beda, bukan
spam [...] Jadi, trending di Twitter masih bisa diakali oleh
coordinated inauthentic behavior," tuturnya.
Perilaku akun bot yang tidak lazim ini disebutkan Fahmi dapat diamati dari tingkat interaksi yang sangat rendah dari cuitan bot itu.
Ismail sempat menjelaskan dalam cuitan sebelumnya bahwa
cross-platform virality adalah beresonansinya informasi dari satu platform ke platform media sosial lainnya.
"Twitter sedikit
user-nya (penggunanya), tapi selama ini banyak tsunami informasi yang bermula dari
tweet atau tagar yg
trending," cuitnya.
Resonansi ini bisa terjadi karena adanya irisan pengguna dari kanal-kanal tersebut yang turut menyebarkan di media sosial lain.
Tak cuma antar medsos, cuitan di Twitter juga kerap diambil oleh media lain seperti media online, koran, atau
blog. Seringkali tulisan di blog ini juga dicuit ulang di Twitter atau Facebook, seperti tampak pada gambar yang dicuitkan Ismail.
Namun, agar suatu konten bisa viral, menyebar ke media sosial lain dan media massa, ada beberapa syarat. Ismail menyebut konten itu harus dilakukan oleh akun nyata dan bukan oleh coordinated inauthentic behavior yang melibatkan bot-bot.
(eks)