Jakarta, CNN Indonesia --
Arkeolog Bambang Budi Utomo mengklarifikasi pernyataan budayawan Ridwan Saidi. Klarifikasi dari Kepala Badan Penelitian Arkeologi Nasional ini terkait pernyataan budayawan
Ridwan Saidi yang menyatakan kalau
Kerajaan Sriwijaya fiktif belaka.
Menurut arkeolog yang kerap disapa Tomi, ia menolak mengomentari kasus yang sedang dialami oleh Ridwan. Namun ia memberikan sejumlah klarifikasi yang dapat menyanggah ucapan Ridwan kalau Kerajaan Sriwijaya adalah fiktif.
"Saya perlu mengemukakan supaya orang jangan terjerumus kepada hal yang salah," tuturnya saat dihubungi
CNNIndonesia.com lewat sambungan telepon, Kamis (29/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu saya usul ke direktorat sejarah, daripada Ridwan di penjara , lebih baik yang di Youtube itu ditarik saja nanti kalau banyak yang nonton, banyak juga yang terjerumus," lanjutnya.
Pernyataan Kerajaan Sriwijaya fiktif yang dilontarkan Ridwan di salah satu saluran Youtube menjadi ramai diperbincangkan. Ridwan lantar menuturkan kembali sejumlah alasan mengapa ia menganggap kerajaan itu fiktif dalam wawancara dengan CNN Indonesia.
Tomi lantas meluruskan sejumlah argumen yang diutarakan Ridwan sebagai berikut.
1. Ridwan Saidi: Prasati Kedukan Bukit ditemukan orang Prancis bernama Coedes. Tomi mengklarifikasi bahwa O. W. Wolters dalam jurnal yang berjudul Studying Srivijaya mengatakan, Prasasti Kedukan Bukit pertama kali ditemukan oleh seorang Belanda bernama Batenburg pada tahun 1920.
Sedangkan Coedès merupakan seorang arkeolog Prancis yang pertama kali menemukan kerajaan Sriwijaya dan memperkenalkannya pada cendikiawan Eropa. Di prasasti tersebut tertulis tanggalan 682 Masehi.
2. Ridwan Saidi: "Prasasti Kedukan Bukit bukanlah bukti adanya Kerajaan Sriwijaya, tapi bukti adanya komunitas spiritual kaum Sheba yang dibawa Ratu Sheba pada abad ke-2."Tomi mengkonfirmasi pernyataan tersebut dengan menjelaskan prasasti Kedukan Bukit merupakan salah satu dari 3 prasasti Sriwijaya. Prasasti ini tidak berisikan kutukan.
Prasasti Kedukan Bukit berisi tentang kisah Dapunta Hyang yang berhasil membangun perkampungan (awalnya) Sriwijaya dengan penduduk sebanyak 2 laksa (estimasi sekitar 20.000 orang).
Perkampungan tersebut sebelumnya merupakan lokasi yang pernah digunakan Dapunta Hyang untuk mengadakan upacara Waisak.
[Gambas:Video CNN]
3. Ridwan Saidi: "Prasasti Kedukan Bukit menggunakan bahasa Armenia yang seolah diterjemahkan dari bahasa Sansekerta"Menurut Tomi, prasasti tersebut menggunakan aksara Pallawa dengan bahasa melayu kuno. Menurutnya, pada masa tersebut, melayu kuno merupakan lingua franca atau bahasa pengantar yang umum digunakan.
Jika dilihat dari geografisnya, kawasan Sriwijaya yang ada di Sumatra Selatan, berdekatan dengan kawasan berbahasa Melayu lainnya di Selat Malaka.
4. Ridwan Saidi: "Sriwijaya adalah bajak laut"Kerajaan Sriwijaya menurut Tomi memiliki sebagian masyarakat yang merupakan suku laut. Karena itu, mereka dikenal pandai berperang di laut maupun darat.
"Kalau bajak laut itu kan gak punya tempat, gimana (Sriwijaya) bisa dibilang bajak laut? Zaman Sriwijaya adalah suku laut yang oleh Sriwijaya direkrut untuk jadi tentara," kata Tomi.
Selain itu, Budayawan Palembang Erwan Suryanegara menyebut Kerajaan Sriwijaya menundukkan para perompak yang mengganggu jalur perdagangan namun tak memusnahkannya. Para bajak laut itu menyetor upeti ke kerajaan.
"ArmadaSriwijaya menundukkan para perompak yang lalu lalang di kawasan perairan nusantara dan pasifik. Tapi alih-alih dibunuh, para bajak laut itu ditundukkan dan ditugaskan oleh kerajaan untukmenjagakeamananperairanwilayahkekuasanSriwijaya. Bajak laut itu memberiupetisebagaiimbalantidakdibumihanguskan," ujar pria yang jugamenjadiKetuaYayasanKebudayaanTandipulau, Kamis (29/8).
5. Ridwan Saidi: "I Tsing meneliti lokasi Sriwijaya atas perintah kaisar tiongkok karena banyak kapal mereka yang tenggelam"
I-Tsing menurut Tomi merupakan seorang biksu Tionghoa yang ingin mendalami ajaran Buddha di Nalanda, India. Sebelum itu, ia memutuskan untuk singgah di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta.
Setelah selesai belajar di India, I-Tsing kembali ke Sriwijaya untuk menerjemahkan beberapa kitab suci Buddha yang belum diketahui di Tiongkok.
"Jadi memang ada aktivitas I-Tsing dari Tiongkok ke Sriwijaya, tapi bagaimana dia bisa dibilang utusan kaisar," jelas Tomi.
Selain itu, Erwan juga mengungkap berdasarkan fakta sejarah, Erwan menjelaskan biksu I-Tsing diperintahkan oleh Kaisar China untuk belajar bahasa Sansakerta di Kerajaan Sriwijaya untuk menerjemahkan ajaran Buddha yang ditulis menggunakan aksara itu.
"Menurut catatan, I-Tsing ke nusantara selain menerjemahkan, juga belajar bela diri karena di Sriwijaya saat itu sudah berkembang Kuntau. Jadi sangat aneh saat Ridwan Saidi bilang I-Tsing mencari Sriwijaya. Padahal fakta sejarahnya sudah ada perguruan tinggi agama Buddha di Sriwijaya saat I-Tsing datang," kata dia.
[Gambas:Video CNN]