Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) menyebut aplikasi untuk mendeteksi penyebaran
virus corona SARS-COV-2 penyebab
Covid-19 lewat alat transportasi bisa dibuat di Indonesia. Namun, untuk membuat aplikasi ini menjadi kenyataan perlu campur tangan pemerintah.
Sebab, untuk membuat aplikasi itu perlu dukungan basis data yang terkoneksi antar lembaga medis maupun penyedia alat transportasi. Sehingga, perlu ada kerjasama basis data dari rumah sakit, Kereta Api Indonesia (KAI), hingga maskapai untuk menciptakan aplikasi ini.
Sebelumnya, perusahaan teknologi China mengumumkan aplikasi untuk mendeteksi apakah seseorang pernah berada pada alat transportasi yang sama dengan orang terduga corona (Covid-19).
"Langkah tersebut butuh kewenangan dan otorisasi lintas departmen," jelas pakar TIK Abimanyu Wahyu Hidayat saat dihubungi Kamis (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Abimanyu menyebut aplikasi tersebut sebenarnya mudah dibuat jika basis data yang dibutuhkan sudah tersedia.
"Travel tracking itu mudah dilakukan dan bisa dilakukan sejauh orang Indonesia melakukan pemesanan tiket secara digital. Itu ada basis data, semuanya berbasis basis data," kata Abimanyu (5/3).
Abimanyu mengatakan aplikasi yang dibuat China bukanlah aplikasi yang mampu mendeteksi corona. Sebab deteksi memerlukan berbagai sampel air liur. Saat ini ponsel belum ada yang memiliki sensor untuk mengambil data air liur pengguna.
Ia mengatakan aplikasi tersebut dibuat untuk memberi informasi bahwa seseorang kemungkinan terpapar corona karena pernah satu perjalanan dengan orang yang diduga terjangkit corona.
"Misalnya [terduga corona] memesan tiket digital, kemudian naik pesawat, kemudian naik transportasi online. Dari situ ketahuan nomor ponsel, dari nomor ponsel terkoneksi dengan Dukcapil untuk mengetahui KTP terduga corona. Dari situ bisa diketahui siapa saja yang sempat terpapar," ujar Abimanyu.
Abimanyu menjelaskan pelacakan perjalanan bisa dilakukan selama pengguna menggunakan sistem pembayaran yang terkoneksi dengan identitas diri. Bisa juga pengguna harus memasukkan data diri yang terkoneksi dengan basis data Dukcapil.
Hal yang tak bisa dilakukan untuk perjalanan kereta dalam kota yang melakukan pembayaran dengan eMoney yang belum terintegrasi dengan nomor ponsel. Sehingga deteksi belum bisa dilakukan.
"E-Money baru deteksi dia masuk dan keluar. Keretanya yang mana dan gerbongnya itu tidak diketahui," ujar Abimanyu.
[Gambas:Video CNN]Abimanyu mengatakan perusahaan ride-hailing seperti Gojek dan Grab juga bisa mendeteksi riwayat perjalanan. Hal ini dilakukan untuk memberi informasi potensi paparan virus corona.
"Ketahuan nomor ponsel, dari nomor ponsel bisa terkoneksi dengan Dukcapil untuk tahu KTP-bya, kemudian bisa tahu naik taksi online yang mana. Dengan demikian bisa kelihatan supir mana saja yang kemungkinan terkena karena satu kendaraan dengan terduga corona," kata Abimanyu.
Perusahaan internet China, Qihoo 360 meluncurkan aplikasi untuk mendeteksi apakah pengguna pernah satu kereta atau satu pesawat dengan pengidap virus corona saat pengguna sedang melakukan perjalanan. Qihoo 360 memanfaatkan basis data dan kecerdasan buatan (AI) dalam aplikasi tersebut.
(jnp/eks)