Pakar Sindir Platform Digital kala Corona: RI Tak Cuma DKI

CNN Indonesia | CNN Indonesia
Senin, 13 Apr 2020 04:59 WIB
Pengamat menilai isu akses internet mestinya menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak selalu mengandalkan platform digital dalam kebijakan di kala Corona.
Ilustrasi platform digital. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menyatakan pemerintah sebaiknya tak bergantung dengan sejumlah platform digital dalam menjalankan kebijakan publik, terutama saat pandemi Virus Corona. Sebab, belum semua masyarakat memiliki akses internet.

"Indonesia itu kan tidak hanya Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Indonesia sampai Sorong, sampai Ambon. Tidak semua punya akses internet," ungkap Trubus kepada CNNIndonesia.com, Minggu (12/4).

Ia menilai pemerintah beberapa waktu terakhir selalu menganakemaskan platform digital ketika menjalankan kebijakan terkait Corona. Sebagai contoh, pemerintah menggandeng sejumlah startup untuk menjadi mitra dalam menjalankan program kartu prakerja. dan kebijakan-kebijakan kala pandemi Corona.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Beberapa start-up itu antara lain Tokopedia, Ruang Guru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijar Mahir, OVO, dan Gopay.

Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan Halodoc dalam menangani Virus Corona di Indonesia. Aplikasi itu disebut bisa digunakan untuk konsultasi terkait Virus Corona.

Untuk kartu prakerja misalnya, menurut Trubus, pemerintah sebaiknya jangan berpikir bahwa peserta yang ikut hanya di pusat kota. Pemerintah harus memikirkan jika ada peserta yang berada di wilayah terpencil.

"Bukan hanya akses kepada internet tapi ini yang harus juga dipikirkan adalah mereka mampu tidak menggunakan internet, untuk membeli kuota misalnya," terang Trubus.

Lagi pula, Trubus menilai pemerintah belum sepenuhnya bisa memastikan keamanan data pribadi masyarakat yang tersimpan di platform digital itu. Ia pun berharap pemerintah juga mengandalkan media konvensional dalam kebijakan-kebijakannya.

Trubus mencontohkan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang membuat program "Belajar dari Rumah" lewat TVRI yang bisa dinikmati oleh seluruh pelajar di Indonesia meski tanpa akses internet.

Di sisi lain, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio tak mempersoalkan pilihan pemerintah yang kerap memilih platform digital dalam menjalankan kebijakannya. Menurut dia, yang penting hal itu bisa memudahkan masyarakat.

"Terserah mau pakai startup atau apa, yang penting bermanfaat," tutur Agus.

Ia menambahkan apapun kebijakan pemerintah tak akan menjadi masalah asalkan tak merugikan keuangan negara dan tetap menguntungkan bagi publik. Dengan demikian, Agus memandang pemerintah sah-sah saja memilih platform digital menjadi mitranya di berbagai kebijakan yang dibuat akhir-akhir ini.

[Gambas:Video CNN]
"Mau konvensional, mau startup itu tidak masalah. Selama menguntungkan publik dan tidak merugikan keuangan negara tidak apa-apa," pungkas Agus.

Pemerintah dalam berbagai kesempatan memaparkan merek-merek platform digital terkait kemudahan layanan kebijakannya.

Misalnya, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyebut penyaluran subsidi kartu prakerja menggandeng sejumlah perusahaan penyedia jasa dompet digital (e-wallet), seperti Gojek Indonesia, Tokopedia, hingga Bukalapak.

Senada, juru bicara pemerintah khusus dalam penanganan Covid-19 Achmad Yurianto berulangkali menyodorkan merek Halodoc sebagai sarana konsultasi soal Corona.

Tak ketinggalan, Kemendikbud menggandeng beberapa perusahaan penyedia pembelajaran online untuk menyiasati belajar dari rumah kala pandemi Corona.

Pihak pemerintah sendiri belum mengonfirmasi soal alasan menggandeng platform tertentu dalam kebijakannya.

(aud/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER