Berdasarkan potensi kejahatan di atas, tak selayaknya dan tak sepantasnya Kemenkominfo dan Tokopedia menyatakan bahwa kebocoran data masih bisa disebut aman. Ismail mengatakan Kemenkominfo dan Tokopedia harus memahami potensi kejahatan bermodalkan data-data yang telah bocor.
Ismail menjelaskan seharusnya baik Tokopedia dan Kemenkominfo memberi tahu publik tentang potensi-potensi kejahatan yang muncul akibat kebocoran data Tokopedia.
"Kalau Kominfo bilang aman ini harus dikritik, karena [konteksnya] tak hanya sekadar aman dari
log in. Kominfo harus ingatkan publik apa yang harus dilakukan ke publik apabila datanya tersebar dengan memanfaatkan data. ini harus di jadi peringatan bahwa bukan bahaya ke log in," kata Ismail.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismail mengatakan publik harus memiliki kesadaran bahwa kebocoran data tak hanya soal peretasan akun platform, tapi juga bisa meluas ke penipuan berbasis rekayasa sosial.
"Selama ini publik tak peduli data yang bocor tak hanya di log in saja karena data itu bisa digunakan oleh hal lain. Selama ini publik itu tidak peduli, karena mereka tidak sadar dari bahaya dari data pribadi yang menyebar," kata Ismail.
Tokopedia Enggan Ismail mengatakan Tokopedia juga sama sekali tidak menyebutkan data-data apa saja yang bocor. Tokopedia hanya mengatakan kata sandi dan informasi keuangan aman dari peretasan.
"Saya sudah terima
email dari Tokopedia, isinya bahwa
log in nya aman, kata sandi aman. Tapi saya perhatikan tidak ada pernyataan terkait kebocoran data lain. Bagaimana dengan data email, ponsel hingga alamat? Tidak disebut sama sekali," tutur ismail.
"Jadi dia sebut yang aman saja, yang tidak aman tidak disebut. Biar
fair disebut semua dong," sambungnya.
Di sisi lain, Pratama mempersoalkan Tokopedia yang tidak membuat pengamanan secara menyeluruh. Dia juga mempertanyakan alasan Tokopedia tidak langsung memberikan notifikasi pada pengguna terdampak dan juga langkah preventif.
Padahal, dia menyebut notifikasi sebenarnya bisa saja mudah dilakukan melalui aplikasi,
email, SMS, dan Whatsapp.
"Hal yang sebenarnya bisa saja mudah dilakukan, dengan notifikasi lewat aplikasi, email, SMS dan Whatsapp," kata Pratama.
Oleh karena itu, Ismail meminta seluruh pemangku kebijakan, khususnya Kemenkominfo dan Badan Siber & Sandi Negara (BSSN) untuk meningkatkan kesadaran publik tentang data pribadi.
"Kemenkominfo dan BSSN harus ingatkan publik apa yang harus dilakukan oleh publik apabila datanya tersebar. Ini harus dijadikan sebagai peringatan. Jadi masyarakat bisa bersiap-siap kalau ada spamming hingga penipuan lewat telepon. Jangan cuek," kata Ismail.
(jnp/dal)
[Gambas:Video CNN]