Sebagian besar ISP pemain kecilBeberapa waktu lalu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengatakan Covid-19 sesungguhnya menurunkan pendapatan perusahaan ISP.
Sebab lebih dari 500 ISP di seluruh Indonesia, bukanlah deretan perusahaan-perusahaan besar. Mayoritas anggota APJII adalah perusahaan ISP kecil yang notabene hidup dari model bisnis Business to Business (B2B) atau segmen korporat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari 50 persen dari anggota APJII, bisnis mereka bertumpu untuk melayani sektor bisnis lain (business to business/ B2B) seperti perkantoran dan hotel.
Banyak hotel dan kantor berhenti beroperasi dan mengalihkan aktivitas pekerjaan di rumah. Tingkat okupansi hotel pun rendah, yang ikut memengaruhi pemasukan hotel.
Semua hal itu berpengaruh karena sebagian besar penyedia jaringan internet di Indonesia hidup dari model bisnis Business to Business (B2B) yang melayani korporasi dan hotel.
"Jadi, tidak ada kata industri kami ini diuntungkan dari pandemi Covid-19. Itu adalah persepsi yang salah," ujar Jamalul.
Arief mengatakan 82 persen ISP bergantung pada segmen korporat. 54 persen ISP bahkan hanya memiliki pelanggan korporat, bukan retail.
Di sisi lain, Apjatel mengatakan kami para pelaku telekomunikasi tetap berkomitmen untuk selalu mendukung kualitas layanan sebaik-baiknya ditengah wabah virus Covid-19.
Industri seluler raup untung Ilustrasi (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Dihubungi terpisah, Marwan menjelaskan kenaikan traffic internet tidak selalu diiringi dengan kenaikan pendapatan operator seluler.
Sebab, operator seluler juga telah memberikan insentif kuota bonus gratis, salah satunya untuk akses pendidikan digital. Ia mengatakan kontribusi pemain seluler kepada masyarakat selama Covid-19 mencapai angka Rp2 triliun. Insentif dan pengeluaran tambahan untuk memastikan kualitas jaringan tak diiringi oleh peningkatan pendapatan.
"Belum tentu naiknya revenue karena masih banyak layanan gratis juga," ujar Marwan.
Selain itu, operator harus mengeluarkan belanja modal yang lebih untuk memasang kabel dan perangkat aktif lainnya untuk mengikuti perubahan pola penggunaan internet dari area perkantoran ke area perumahan.
Peningkatan traffic belum tentu menandakan peningkatan pendapatan operator karena peningkatan pendapatan ini sangat bergantung pada daya beli masyarakat.
Tergantung daya beli masyarakatSebelumnya, Ketua Umum ATSI, Ririek Adriansyah mengatakan tren ini akan semakin terasa karena dampak ekonomi COVID-19. Tidak lama lagi, layanan telekomunikasi ritel bisa menurun karena daya beli sedikit demi sedikit berkurang.
Sepakat, Marwan pun mengatakan operator seluler juga membutuhkan penundaan pembayaran PNBP seperti ISP karena daya beli masyarakat terasa mulai menurun pada April. Marwan mengatakan operator seluler tetap akan membayar, tapi hanya meminta penundaan saja untuk menjaga arus kas.
"Saya tadi bilang traffic naik belum tentu revenue naik, Sekarang orang masi euforia berpikir [pendapatan] telekomunikasi akan naik. Padahal daya beli masyarakat sudah mulai menurun," kata Marwan.
Ririek mengatakan industri telekomunikasi sehat mengacu pada tiga hal. Pertama adalah harga layanan harus terjangkau yang mampu dibeli masyarakat.
Kedua pelakunya dan industrinya harus sustain (berkesinambungan) agar bisa terus beroperasi dan memberikan layanan berkualitas bagi masyarakat. Ketiga adalah harus terjangkau merata ke masyarakat di seluruh pelosok daerah.
(jnp/eks)
[Gambas:Video CNN]