Jatim Tinggi, Covid-19 Mudah Menular di Area Padat Penduduk

CNN Indonesia
Jumat, 26 Jun 2020 20:05 WIB
Peluncuran program Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Lumbung Pangan Jatim, diwarnai kepadatan antrian ratusan masyarakat. Padahal, di masa pandemi virus corona (covid-19) menjaga jarak adalah keniscayaan, untuk menghindari risiko penularan.
Ilustrasi. Ahli ungkap hubungan kepadatan penduduk dengan penularan corona. (CNNIndonesia/Farid)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Windhu Purnomo menyatakan kepadatan penduduk mempengaruhi laju penularan Covid-19 akibat infeksi virus corona di Jawa Timur.

Hal ini diungkap Windhu terkait dengan tingginya angka kematian di Jawa Timur akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2. Selain itu, Jakarta Pusat juga menjadi wilayah dengan angka positif Covid-19 tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data statistik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2019, Jakarta Pusat merupakan kota terpadat di provinsi DKI Jakarta.

Menurut Windu, kepadatan penduduk berhubungan dengan tingkat penularan lantaran Covid-19 menular akibat kontak dekat dengan manusia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasti bahwa kepadatan penduduk itu mempengaruhi kejadian penularan, pasti," ujar Windhu kepada CNNIndonesia.com, Kamis (25/6).

Sebelumnya, studi dari ahli epidemiologi Inggris menemukan kasus kematian di desa di Italia dengan penduduk padat lebih tinggi ketimbang Roma. Studi ini juga menyebut rumah di Italia lebih kecil dan diisi dengan banyak orang sekaligus. Dua hal ini membuat penularan lebih cepat. Selain itu, angka kematian makin tinggi karena tidak memiliki kesiapan unit perawatan kritis.

Lebih lanjut, Windhu menuturkan penularan Covid-19 semakin rendah jika jarak antara individu dengan individu lain berjauhan. Misalnya, dai berkata sebuah kobupaten di laur Jawa yang pemukimannya tidak berdekatan dan penduduknya sedikit memiliki jumlah kasus yang rendah.

Sedangkan daerah yang padat penduduk dan pemukiman seperti DKI Jakarta, Surabaya, hingga Makassar akan memiliki jumlah kasus yang tinggi.

Di sisi lain, penelitian lain menyebut kepadatan penduduk tak terlalu memengaruhi penularan. Sebab, biasanya di daerah urban yang padat penduduk, sudah diiringi dengan kesiapan fasilitas kesehatan yang lebih memadai, seperti dikutip Medical Daily

Sebelumnya, Windhu sempat menyampaikan bahwa salah satu penyebab kasus kematian Jatim tinggi lantaran kapasitas bed isolasi rumah sakit yang tidak sebanding dengan pertambahan pasien terkonfirmasi Covid-19.

Faktor penyebab lain akibat tingginya jumlah pasien positif Covid-19 yang berasal dari kategori risiko tinggi, yakni pasien lansia, pasien balita dan pasien yang memiliki penyakit bawaan lainnya atau komorbid.

Pengujian masif penting

Di tengah kondisi itu, Windhu mengatakan strategi utama untuk menangani wabah penyakit adalah pencarian kasus. Tanpa peduli kepadatan, pencarian kasus diperlukan untuk membongkar kasus penularan yang ada di permukaan.

Pencarian kasus di antaranya dilakukan dengan pengujian yang masif. Meski belum ideal, dia melihat Indonesia sudah cukup banyak melakukan pengujian.

Selanjutnya, dia menyampaikan karantina sebuah wilayah adalah langkah yang paling tepat diterapkan untuk mengatasi wabah penyakit di wilayah padat penduduk. Namun, dia melihat hal itu bukan prioritas.

Rapid test atau test cepat massal virus corona (Covid-19) di Jatim telah digelar sejak Jumat (24/3) pekan lalu. Namun baru sebanyak 3.976 yang telah terlaksana.Rapid test atau test cepat massal virus corona (Covid-19) di Jatim telah digelar sejak Jumat (24/3) pekan lalu. Namun baru sebanyak 3.976 yang telah terlaksana. (CNN Indonesia/Farid)

Terkait dengan Pebatasan Sosial Berskala Besar, dia menilai sesuatu yang bagus karena bisa mengurangi 50 persen penularan. Namun, dia menyatakan dengan karantina laju penularan bisa ditekan hingga 90 persen.

"Tapi sayangnya PSBB, misalnya di Surabaya sejak tahap 1 sampai 3 itu sama sekali tidak efektif. Seperti tidak ada PSBB. Karena pengendalian tidak ketat," ujarnya.

Windhu menilai PSBB di Surabaya tidak fokus ke dalam. Dia melihat PSBB di Surabaya, salah satunya dengan menyaring orang dari luar daerah juga tidak maksimal. Masih ada orang yang masuk lewat jalur lain.

Selain itu, dia menilai payung hukum untuk menghukum pelanggar PSBB juga tidak ada sejak awal hingga fase transisi.

"Artinya pengendalian perilaku kepatuhan itu untuk memtahi protokol kesehatan itu tidak dilakukan. Jadi percuma. Padahal kalau densitas tinggi tidak boleh ada pertemuan orang dengan orang secara masif," ujar Windhu.

Windhu mengingatkan masyarakat tidak bisa sepenuhnya disalahkan ketika kasus Covid-19 meningkat. Sebab, dia berkata kepatuhan masyarakat tergantung dari pengawasan  pemerintah.

Kapasitas rumah sakit

Akan tetapi, dia mengingatkan Covid-19 seperti sebuah banjir. Ketika terus dibiarkan mengalir, Covid-19 membanjiri rumah sakit sebagai hilir. Dia mengatakan meningkatnya kapsitas rumah sakit tidak akan berpengaruh kitika penderita Covid-19 juga meningkat.

"Rumah Sakit kan dinaikan kapasitasnya, seberapapun kalau banjirnya terus mengalir tidak bisa nampung. Dan kenyataanya sekarang kan rumah sakit sudah kewalahan dan over kapasitas," ujarnya.

Lebih dari itu, Windhu menyampaikan kasus akan menurun ketika Rt di bawah 1. Khusus Surabaya, dia memprediksi kurva akan melandai jika Rt bertahan di bawah 1 selama 2 minnggu.

"Kalau Rt di bawah 1 secara konsisten selama 14 hari maka kita sudah siap masuk new normal," ujar Windhu.

(jps/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER