Ahli Ingatkan Tiga Kunci Tes Covid-19 Agar Pandemi Berakhir

CNN Indonesia
Kamis, 25 Jun 2020 13:55 WIB
Petugas mengambil sampel cairan dari hidung dan tenggorokan pedagang saat mengikuti swab test di Pasar Pagi, Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (11/6/2020). Presiden Jokowi menargetkan pemeriksaan spesimen tes PCR (polymerase chain reaction) COVID-19 mencapai 20 ribu per hari. ANTARA FOTO/Anindira Kintara/Lmo/aww.
Ilustrasi tes virus corona. (ANTARA FOTO/Anindira Kintara)
Jakarta, CNN Indonesia --

Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman menyatakan pengujian merupakan hal yang sangat krusial dalam pandemi virus corona Covid-19. Dia mengatakan pandemi Covid-19 bisa berakhir lewat pengujian.

"Saya mempertegas bahwa intervensi testing merupakan program utama dan penting dalam merespons suatu pandemi, termasuk Covid-19. Berawal dan berakhirnya suatu pandemi ditentukan oleh testing," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/6).

Dicky menuturkan pengujian sangat penting jika dalam suatu pandemi ditemukan bahwa kasus tidak bergejala dapat menularkan penyakit, serta merupakan proporsi yang dominan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sehingga, dia berkata negara yang memiliki angka kematian Covid-19 sangat tinggi pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya testing rate sejak awal terjadinya pandemi.

"Testing rate yang tinggi akan mencegah tingginya kematian dan kesakitan," ujarnya.

Dicky menyampaikan ada kesalahpahaman dalam melihat intervensi pengujian yang dikeluarkan pemimpin dunia, seperti presiden Amerika Serikat Donald Trump atau beberapa ahli kesehatan dan juga kepala daerah. Salah paham itu lahir karena ketidaktahuan arti dan makna pengujian sebenarnya.

Dicky menjelaskan ada tiga peran kunci dari pengujian, yakni klinis, surveilans, dan kontrol. Dari sisi klinis, dia berkata pengujian untuk menentukan status kesehatan seseorang atau individu. Sehingga pemerintah mengetahui sakit yang diderita seorang pasien.

Dicky menyebut pengujian untuk kesehatan individu harus dilakukan atau ditargetkan pada orang yang mengalami gejala jelas, seperti demam, batuk, hingga gangguan penghidu. Idealnya, kata dia semua orang yang bergejala atau merasa memiliki potensi harus segera melakukan atau mendapatkan tes Covid-19.

"Test yang dilakukan adalah RT-PCR atau antigen testing. Karena tes inilah yang dapat menentukan adanya infeksi," ujar Dicky.

Sedangkan tes antibodi yang umumnya berupa rapid test (tes cepat), selain belum memiliki akurasi yang tepat atau ideal, Dicky berkata juga hanya bersifat mendeteksi bahwa seseorang pernah terinfeksi Covid-19. Sehingga akan memerlukan test RT-PCR untuk memastikannya lagi.

"Hal ini tentu menjadi tidak efektif dan efisien, selain juga kita akan kehilangan waktu berharga untuk reaksi cepat intervensi testing dan isolasi," ujarnya.

Dicky membeberkan program testing RT-PCR yang ideal harus tersedia di seluruh wilayah, mudah diakses publik, efisien, gratis atau berbiaya sangat minimal. Selain itu RT-PCR diiringi dengan hasil test yang cepat. 24 jam adalah yang terlambat atau terburuk dan dalam rentang 2 jam atau lebih cepat adalah yang terbaik.

Peran kedua, dia mengatakan pengujian untuk surveilans dilakukan agar otoritas terkait mengetahui permasalahan dan situasi yang terjagasi. Dengan hal itu, dia menyebut pemerintah bisa menyusun atau merubah strategi.

Pengujian untuk surveilans, kata Dicky dapat dilakukan dengan melakukan tes pada kelompok kecil dari suatu populasi setiap hari dan menggunakan metode statistik untuk melakukan kesimpulan hasil tentang  populasi secara umum.

"Untuk testing surveilans, baik RT-PCR dan test antibody sangat bermanfaat. Test antibody (rapid test) akan membantu kita melacak prevalensi (angka kejadian infeksi) dan insidensi setelahnya (jumlah total yg terinfeksi sejak awal pandemic)," ujarnya.

Dari sudut pendekatan surveilans, dia berkata sensitivitas satu rapid test hanya 50 persen tidak jadi masalah selama pemerintah dapat mengontrol intervensi dan tepat menilai hasilnya.

Peran ketiga, Dicky berkata pengujian untuk mitigasi membuat orang-orang yang terinfeksi Covid-19 tidak menyebarkan atau menularkan virusnya ke orang lain. Peran mitigasi untuk mengidentifikasi siapa saja yang pre-symptomatic, asymptomatic, atau hanya berderajat ringan symptomatic.

Sehingga, dia menyebut pemerintah bisa langsung melakukan isolasi mandiri untuk mencegah penularan Covid-19.

"Testing untuk mitigasi ini tentunya akan harus dilakukan secara rutin dan sering. Testing untuk mitigasi melibatkan banyak kelompok besar masyarakat yang dites," ujar Dicky.

"Namun sangat bermanfaat untuk mengetahui jumlah infeksi per hari secara proporsional sekaligus dapat menghindari penambahan kasus dengan langsung melakukan isolasi," ujarnya.

Terkait peran pengujian untuk mitigasi, dia menyarankan harus menggunakan RT-PCR atau antigen testing. Sebab, dia menyebut kedua tes itu akan mendeteksi secara awal adanya infeksi Covid-19 pada tubuh seseorang sehingga dapat langsung dilakukan intervensi isolasi dan melakukan pelacakan kasus kontak.

"Setiap daerah atau wilayah harus memahami tujuan dan manfaat testing. Sehingga dapat menyusun rencana testing yang tepat. Kita tidak dapat mengendalikan pandemic Covid-19 tanpa testing, tracing, dan isolasi," ujar Dicky.

(jps/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER