Blokir Aplikasi, Ancaman Kedaulatan Dibalik Internet

CNN Indonesia
Jumat, 03 Jul 2020 19:15 WIB
Seorang pembeli melihat contoh berbagai macam smartphone di salah satu gerai telekomunikasi di Jakarta, Senin (19/10). Menurut perusahaan riset pasar eMarketer Indonesia akan melampaui 100 juta pengguna smartphone aktif pada tahun 2018, menjadikannya negara dengan populasi pengguna smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/pd/15.
Ilustrasi (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Saat ini, internet dianggap dapat mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Hal ini diungkap Ahli Digital Forensik Ruby Alamsyah. terkait dengan keputusan pemerintah India memblokir puluhan aplikasi China.

Alasan pemblokiran lantaran India menilai 59 aplikasi seluler buatan China yang ditengarai mengkoleksi, menambang, dan memproses file data masyarakat India secara tidak tepat.

Menurutnya, internet juga sudah mulai dianggap dapat mengancam kedaulatan dan keamanan nasional India. Selain itu, aplikasi-aplikasi yang diidentifikasi itu kata Ruby tidak menempatkan data center mereka di India.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka mulai mengindetifikasi adanya beberapa aplikasi asing, dari China sudah didapatkan ada laporan kemungkinan ilegal activity atau pun pemanfaatan data masyarakat India yang secara tidak benar, yang menganggu keamanan negara," CNNIndonesia.com, Jumat (3/7).

Pemerintah India pada Senin, 29 Juli 2020 memutuskan melarang peredaran 59 aplikasi seluler buatan China, termasuk TikTok dan WeChat di negara mereka.

Keputusan ini diambil selang beberapa minggu setelah bentrokan di perbatasan Himalaya alasannya karena masalah keamanan dan privasi nasional.

Selain TikTok dan WeChat, ada aplikasi ponsel buatan China lain yang dilarang seperti Mobile Legends, UC Browser, Shareit, dan Clash of Kings.

Aksi pemblokiran layanan teknologi bukan kali ini terjadi. Sebelumnya, Amerika Serikat juga memberlakukan pembatasan perdagangan perusahaan teknologi AS dengan Huawei sebagai buntut perang dagang.

Ancaman aplikasi China

Pakar keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengakui bahwa aplikasi seluler buatan China secara umum mengandung ancaman privasi yang relatif lebih tinggi dibanding aplikasi dari Amerika.

"Aplikasi China pada umumnya lebih longgar dan agresif mengeksploitasi privasi dibandingkan aplikasi Amerika," kata Alfons saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/7).

Sementara pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi menilai sebetulnya di dalam aplikasi bisa saja disematkan sesuatu yang berpotensi untuk mencuri data pengguna, misalnya malware atau ransomware. Hal ini bisa dilakukan oleh aplikator maupun pemerintah pembuat aplikasi.

Heru pun menyinggung soal dominasi aplikasi seluler buatan China, Negeri Tirai Bambu itu memang punya regulasi yang ketat terkait aplikasi berbasis perangkat ponsel yang hendak beredar di negaranya.

"Khusus China, mereka ada proteksi terhadap aplikasi dalam negeri, selain memang urusan politik. Misalnya layanan Google dan grupnya yang tidak bisa dibuka di sana," katanya.

"Layanan Facebook, WhatsApp juga tidak bisa digunakan. Mereka memiliki juga aplikasi buatan lokal yang juga masif dipakai di sana sebenarnya," sambung Heru.

Senada dengan Heru, Alfons pun menilai bahwa maraknya aplikasi buatan China karena negara yang digawangi Xi Jinping ini ingin mendobrak dominasi pasar aplikasi yang selama ini didominasi oleh Amerika.

"Sebenarnya alasan utamanya adalah karena market aplikasi sudah dikuasai sangat besar oleh perusahaan Amerika dan karena itu perusahaan di luar Amerika harus mencari cara untuk bisa bersaing," tegasnya.

Ancaman bukan cuma dari China

Ditanya apakah pemerintah Indonesia perlu mengikuti jejak India dan Amerika Serikat, Alfons mengatakan hendaknya meninjau semua aplikasi bukan buatan China saja. Khususnya aplikasi-aplikasi populer.

"Pemerintah perlu meninjau semua aplikasi dan bukan hanya aplikasi China saja karena tidak ada jaminan aplikasi yang di luar China juga aman dan tidak mengandung ancaman privasi," tegas Alfons.

"Tapi khusus untuk aplikasi-aplikasi populer, memang ada baiknya diberikan perhatian ekstra," sambungnya.

Lalu saat ditanya kembali merujuk pada kasus ketegangan antara India dan China, Ruby menyebut pemerintah bakal memblokir aplikasi jika dianggap memang mengganggu ketertiban nasional.

Sementara kata Heru, idealnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bisa menjadi 'pintu gerbang' masuknya aplikasi dan produk ponsel atau IT dari luar negeri dan meninjau apakah layak digunakan di Indonesia atau tidak.

Selain itu, ada juga beberapa pertimbangan lain seperti soal keamanan aplikasi dan lainnya. Namun menurut dia praktik tersebut tidak dijalankan sama sekali.

"Di luar negeri, sebelum aplikasi dibolehkan dipakai di negara tersebut, maka akan ada semacam penilaian apakah aplikasi bisa digunaan masyarakat. Pertimbangannya biasanya soal keamanan, perpajakan, model bisnis termasuk metode pembayaran layanan," jelas Heru.

"Berbeda dengan kita yang aplikasi apa saja bisa masuk dan dipakai masyarakat," lanjut dia.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan belum merespon pertanyaan CNNIndonesia.com, bagaimana sikap Kemenkominfo merujuk pada aksi blokir pemerintah India terhadap aplikasi-aplikasi buatan China, apakah diperlukan peninjauan atau tidak.

(din/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER