Penelitian Universitas Tsukuba Jepang menduga pola patahan seperti Inchworms telah memicu gempa bumi dahsyat supershear dan berkontribusi pada munculnya tsunami saat gempa terjadi di Palu, Sulawesi, tahun 2018 lalu.
Gempa bumi supershear adalah fenomena gempa yang merambat di sepanjang patahan dengan kecepatan lebih cepat daripada gelombang seismik.
Selama ini, para peneliti mengatakan gempa bumi berasal dari satu titik di mana gelombang seismik terkuat, hiposenter bawah tanah atau episentrum di permukaan bumi dengan energi seismik memancar ke luar dalam pola melingkar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi, peneliti mengatakan model sederhana itu gagal menjelaskan geometri kompleks dari sistem patahan aktual di mana gempa bumi terjadi. Sebab, mereka mengatakan bahwa situasi sebenarnya jauh lebih kompleks.
Melansir Science Daily, dugaan pola Inchworms berperan atas dahsyatnya gempa di Palu diperoleh setelah para peneliti menyelidiki hubungan antara fenomena itu dan geometri kompleks patahan Palu-Koro.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebaran gempa bumi supershear Palu-Koro bergerak ke arah selatan dari episentrum gempa. Sedangkan daerah dengan tingkat slip sangat tinggi, disebut sebagai slipping patches diidentifikasi berada pada jarak 60, 100, dan 135 km selatan episentrum.
Para peneliti yang juga menelusuri permukaan pecahnya gempa menemukan dua tikungan besar pada patahan gempa sekitar 10 hingga 25 km selatan episentrum dan 100 sampai 110 km selatan episentrum. Diketahui gempa bumi supershear bertahan di sepanjang patahan yang kompleks secara geometris itu.
"Studi kami menunjukkan bahwa kompleksitas sesar secara geometrik signifikan dapat mempengaruhi kecepatan perambatan. Pada gempa Palu 2018, kami menemukan pola zigzag pada sesar," ujar salah seorang peneliti Yuji Yagi.
Melansir EurekAlert, peneliti menilai bahwa kompleksitas geometris dari sistem sesar dapat mendorong pecahnya supershear secara persisten dan diperkuat oleh evolusi slip seperti pola gerakan ulat Inchworm yang berulang.
Temuan-temuan itu diklaim akan memiliki implikasi yang signifikan mengenai penilaian dampak gempa bumi di masa depan dan bencana terkait.
Sebagai contoh, penulis menyarankan bahwa selip yang mereka deteksi di bawah Teluk Palu mungkin telah berkontribusi pada pembentukan tsunami Palu tahun 2018, yang menambah dampak gempa bumi.