Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan gempa bumi yang terjadi secara beruntun pada hari ini adalah sebuah kebetulan dan tidak memiliki kaitan dengan gempa yang terjadi sebelumnya.
Sebab menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, sumber gempa, kedalaman, dan mekanismenya berbeda-beda.
"Sebenarnya apa yang terjadi di beberapa wilayah gempa tersebut adalah manifestasi pelepasan medan tegangan pada sumber gempa masing-masing," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (7/7) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hari ini, serangkaian peristiwa gempa bumi yang terjadi hari ini (7/7), mulai dari gempa di Jepara sampai Banten bahkan masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta pun merasakan getaran gempa.
"Masing-masing sumber gempa mengalami akumulasi medan tegangan sendiri-sendiri, mencapai stress maksimum sendiri-sendiri, hingga selanjutnya mengalami rilis energi sebagai gempa juga sendiri-sendiri. Ini konsekuensi logis daerah dengan sumber gempa sangat aktif dan kompleks," sambung Daryono.
Lebih lanjut kata Daryono, Indonesia memang miliki banyak sumber gempa. Sehingga, jika terjadi gempa di tempat yang relatif berdekatan lokasinya dan terjadi dalam waktu yang bersamaan, maka ia menyebut kejadian ini adalah sebuah ketidaksengajaan.
Daryono kemudian menjelaskan bahwa sulit memprediksi apakah rentetan gempa ini sebagai pertanda bakal terjadi gempa besar.
Sebab, dalam ilmu kegempaan khususnya pada teori tipe gempa itu, ada tipe gempa besar yang kejadiannya diawali dengan gempa pembuka.
"Setiap gempa besar hampir dipastikan didahului dengan rentetan aktivitas gempa pembuka tetapi rentetan gempa yang terjadi di suatu wilayah juga belum tentu berakhir dengan munculnya gempa besar. Inilah karakteristik ilmu gempa yang memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang tinggi yang peting untuk juga untuk kita pahami," jelas Daryono.
Selain itu Daryono juga menjawab apakah gempa yang terjadi di Banten Selatan dan Selatan Garut bersumber dari sumber gempa yang sama atau tidak. Ia menegaskan kedua gempa berbeda sumbernya.
Gempa di Banten Selatan terjadi akibat adanya deformasi batuan pada slap lempeng Indo-Australia di Zona Benioff pada kedalaman 87 km. Sementara di Garut, akibat dari deformasi batuan pada slab lempeng Indo-Australia di Zona Megathrust.
Daryono kembali menjelaskan bahwa alasan kenapa gempa di Banten Selatan sampai dirasakan masyarakat yang tinggal di Jakarta karena ada fenomena efek tapak (local site effect).
Tanah lunak yang tebal di Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa. Sehingga gempa yang jauh, terasa hingga Jakarta.
"Efek soft sedimen atau tanah lunak yang tebal di Kota Jakarta memicu terjadinya resonansi gelombang gempa sehingga guncangan gempa diamplifikasi diperbesar guncangannya sehingga wilayah Jakarta sangat merasakan gempa tersebut," ujarnya.
Dalam teori gempa disebutkan bahwa dampak gempa tidak saja akibat magnitudo gempa dan jaraknya dari sumber gempa, tetapi kondisi geologi setempat sangat menentukan dampak gempa," pungkas Daryono.
Pada peristiwa gempa bumi di Banten Selatan, BMKG mencatat gempa terjadi pukul 11.44 WIB dengan kedalaman 82 kilometer.
Lokasi gempa ada di 6.69 Lintang Selatan - 106.14 Bujur Timur. Adapun pusat gempa berada di laut dan tidak berpotensi tsunami.
Sebelumnya gempa bumi juga terjadi di Jepara dengan magnitudo 6,1. BMKG mencatat gempa terjadi pukul 05.54 WIB dengan kedalaman 578 km dari.
Lokasi gempa ada di 6.12 Lintang Selatan - 110.55 Bujur Timur dengan pusat gempa berada di laut, atau 53 kilometer barat laut Jepara.
(din/eks)