Vendor ponsel Indonesia mengapresiasi Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang menciduk pemilik toko ponsel PS Store, Putra Siregar yang terkenal menjual ponsel iPhone dengan harga miring. Langkah itu dianggap merupakan salah satu bentuk pemberantasan ponsel ilegal atau black market (BM) di Indonesia.
Direktur Marketing Advan, Andi Gusena mengatakan pihaknya mendukung segala langkah yang diambil Bea Cukai untuk memberantas peredaran ponsel BM yang merugikan negara.
"Kami berharap ini menjadi langkah awal sebagai langkah untuk menstop ponsel Black Market," ungkap Andi dalam keterangan resmi, Rabu (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, CEO Mito, Hansen meminta agar Bea Cukai terus melakukan pemberantasan ponsel BM dan tak hanya berhenti di Putra Siregar. Hansen mendorong agar pengedar ponsel BM lainnya juga ditertibkan untuk mendukung ekosistem industri dan melindungi pendapatan negara.
"Langkah Bea Cukai kami pandang sangat positif sebagai langkah strategis dan menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar serius memberantas peredaran ponsel BM. Ini kami pandang selaras dengan kebijakan aturan validasi IMEI," ungkap Hansen.
Hansen menjelaskan langkah Bea Cukai sejalan dengan kebijakan validasi IMEI yang belum berjalan optimal. Aturan validasi IMEI telah diterapkan sejak 18 April lalu, namun masih belum berjalan optimal untuk memblokir ponsel BM sehingga tak dapat mengakses jaringan.
Hal ini membuat peredaran ponsel BM masih marak di pasar. Ponsel BM juga masih bisa mendapatkan akses jaringan di Indonesia.
"Di tengah masih belum optimalnya software validasi IMEI, kami kira langkah Bea Cukai sudah tepat," ungkap Hansen.
Sebagai informasi, Putra Siregar dijerat dengan pelanggaran pasal 103 huruf d Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. Disebutkan dalam operasi tersebut ditemukan barang bukti antara lain 190 Handphone bekas berbagai merek dan uang tunai hasil penjualan sejumlah Rp 61,3 juta.
Selain itu, juga diserahkan harta kekayaan/penghasilan tersangka yang disita di tahap penyidikan, dan akan diperhitungkan sebagai jaminan pembayaran pidana denda dalam rangka pemulihan keuangan negara (Dhanapala Recovery) yang terdiri dari uang tunai senilai Rp500 juta, rumah senilai Rp 1,15 miliar, dan rekening bank senilai Rp 50juta.
Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah membentuk Gugus Tugas pengelolaan sementara Central Equipment Identity Register (CEIR) dalam rangka implementasi pengendalian IMEI
Adapun salah satu poin penting perjanjian kerjasama tersebut terkait hibah CEIR. Untuk kegiatan transfer data IMEI ke CER dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), hingga pengoperasian dan pengendalian IMEI dalam pengawasan bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Kominfo dalam bentuk Gugus Tugas.
Sementara ini sistem CEIR akan dijalankan secara cloud computing untuk sementara waktu, sebab perangkat fisik untuk memasang sistem CEIR masih dalam proses.
Kementerian Perindustrian mengatakan aturan IMEI yang berlaku sejak 18 April lalu belum berjalan optimal sebab saat ini hardware alat pemblokiran Central Equipment Identity Register (CEIR) baru bisa beroperasi pada 24 Agustus 2020.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi berharap gugus tugas bisa menghentikan peredaran ponsel BM di masa transisi antara cloud computing ke perangkat fisik CEIR.
"Kami harap Gugus Tugas bisa bekerja secara efektif. Karena beberapa waktu lalu ponsel black market masih bisa nyala dan dapat layanan seluler," ujar Tulus.
Tulus lebih lanjut meminta agar operasi yustisi yang dilakukan Bea Cukai harus terus digalakkan dan lebih agresif agar menyentuh seluruh pelaku bisnis ponsel BM.
Tulus yakin DJBC memegang data para penjual ponsel BM, baik secara online maupun offline.
"Jangan sampai ada kesan tebang pilih. Hajar semua para pelakunya karena merugikan konsumen dan negara," ungkap Tulus.