Ahli Ungkap Faktor Lockdown Covid-19 Akan Kembali Diterapkan

CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2020 20:50 WIB
Epidemiolog mengatakan setiap negara termasuk Indonesia berpotensi menerapkan kembali lockdown untuk mencegah penularan Covid-19 semakin meluas.
Ilustrasi lockdown Covid-19 di Indonesia. (CNN Indonesia/Bisma Septalismaa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman menyatakan pandemi Covid-19 belum reda secara global atau regional. Dia mengatakan setiap negara berpotensi menerapkan kembali lockdown untuk mencegah penularan Covid-19 semakin meluas.

"Situasi pandemi ini belum reda, baik secara global, regional, maupun nasional. Walaupun angka di Indonesia laporannya seperti terkesan turun," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/11).

Dicky menuturkan tingkat kasus di dunia, khususnya di Indonesia sejatinya masih tinggi. Hal itu terlihat dari tingkat positivity rate dan kematian meningkat, serta pengetesan dan penelusuran yang menurun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia melihat pengetesan di Indonesia belum memadai dan sesuai standar eskalasi pandemi. Dari seluruh wilayah di Indonesia, menurutnya hanya DKI Jakarta yang hampir mendekati standar.

Lebih lanjut, Dicky menilai situasi pandemi Covid-19 saat ini justru kritis. Berdasarkan data, jumlah kasus mencapai 2 juta dalam sepekan.

"Ini belum pernah terjadi sejak Januari sampai sekarang. Baru terjadi sekarang dua juta dalam satu minggu. Bahkan, dalam sehari 500 ribu kasus dalam sehari pekan lalu," ujarnya.

Jumlah itu, kata dia juga berpotensi lebih. Sebab, dia mengatakan banyak negara yang tidak valid dalam melaporkan pengetesan, penelusuran, dan kematian.

"Sehingga apa yang terjadi di negara barat itu adalah pelajaran dan sinyal sangat penting untuk Indonesia," ujar Dicky.

Dicky berpendapat negara yang mengalami lonjakan kasus dan terancam melakukan lockdown adalah negara yang mengabaikan pengetesan dan penelusuran. Akibatnya, negara itu melakukan pelonggaran tanpa kriteria yang ideal sebagaimana yang disarankan Badan Kesehatan Dunia.

Berdasarkan saran WHO, pelonggaran boleh dilakukan oleh negara jika positivity rate maksimal 5 persen dan tidak ada kematian. Selain itu, kasus juga hanya satu digit dan bertahan dalam sebulan.

"Ini yang diabaikan," ujarnya.

Di sisi lain, Dicky mengaku tidak yakin dengan estimasi WHO bahwa 10 persen populasi dunia sudah terpapar Covid-19. Selain ambisius, dia melihat beberapa negara ada potensi masih di bawah 5 persen, misalnya di Indonesia.

"Artinya, ke arah terjadinya mayoritas populasi memiliki kekebalan itu masih jauh. Artinya virus ini masih akan terus berkembang. Prediksi secara global dan di Indonesia, setidaknya sampai akhir tahun depan masih menghadapi situasi yang serius," ujar Dicky.

Situasi serius itu, lanjut dia juga akan terjadi dengan ada atau tidaknya vaksin. Sebab, dia menilai vaksin tidak akan berperan optimal dalam mengatasi pandemi jika pengetesan dan penelusuran masih rendah.

Kunci Hindari Lockdown

Dicky membeberkan ada tiga cara untuk menghindari lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar. Pertama, dia menyarankan pemerintah melakukan pengetesan yang masif hingga tercapai tes positivity rate 1 hingga 3 persen.

Kedua, melakukan pelacakan yang cepat dan tepat hingga tercapai lebih dari 80 persen kasus kontak terlacak.

"Ketiga, mengisolasi kasus positif positif bergejala dan karantina bagi yang Orang Tanpa Gejala," ujar Dicky.

Dicky menambahkan sebagian besar penyebab timbulnya gelombang kedua adalah pengetesan ekstensif yang dilakukan terlalu lambat dengan hasil yang juga lama. Selain itu, pelacak kontak tidak cukup sehingga tracing tidak tuntas dilakukan.

"Kurangnya penegakan hukum dan dukungan keuangan untuk mendorong keberhasilan isolasi dan karantina," ujarnya.

(jps/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER