Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginisiasi pendirian Sekolah Lapang Iklim (SLI) di Gunungkidul, Yogyakarta. Melalui SLI, petani tetap bisa menggunakan ilmu titen, yang merupakan ilmu tradisional Jawa untuk membaca gejala alam, dipadu dengan teknologi prakiraan cuaca oleh BMKG.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan SLI Operasional bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, Pusat Penyuluhan Pertanian (PPT) dan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) dalam memanfaatkan informasi iklim ekstrem di wilayah pertanian.
"SLI ini untuk antisipasi terhadap dampak fenomena iklim ekstrem serta menjadi langkah adaptasi terhadap usaha pertanian apabila terjadi iklim ekstrem seperti banjir atau kekeringan," kata dia dikutip dari rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Rabu (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, BMKG telah mengeluarkan informasi mengenai anomali iklim La Nina dalam kaitannya dengan potensi musim hujan tahun 2020/2021.
La Nina adalah kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudra Pasifik, terjadi dalam skala waktu beberapa bulan hingga tahun yang mempengaruhi iklim global.
Sedangkan badai atau siklon tropis adalah fenomena ekstrem gangguan cuaca dalam skala ratusan kilometer yang memiliki dampak bersifat regional baik dampak langsung maupun tidak langsung, dan berlangsung dalam beberapa hari.
La Nina yang berkembang bersamaan dengan musim hujan diprediksikan akan meningkatkan curah hujan 10 hingga 30 persen dalam satu bulan untuk wilayah Gunungkidul.
![]() |
Kondisi tersebut berdampak positif terutama bagi wilayah-wilayah yang biasanya kering, seperti Gunungkidul, akan mendapatkan pasokan air yang cukup bahkan lebih.
Untuk memanfaatkan pasokan air tersebut, petani-petani Gunungkidul sudah menyiapkan tampungan air berupa dam air di Kali Ngalang untuk mengairi lahan pertanian dan mengendalikan air agar tidak banjir.