Vaksin Covid-19 buatan BioNTech yang berkolaborasi dengan Pfizer diklaim mampu mencegah Covid-19 hingga 90 persen dalam uji klinis Fase 3. Vaksin itu kini menjadi yang terdepan dari sejumlah vaksin yang juga telah menjalani uji klinis Fase 3, seperti Sinovac dan Oxford.
Vaksin yang dinamakan BNT162 itu menjalani uji klinis perdana atau Fase 1/2 di Jerman, pada 23 April 2020. Saat itu, 12 peserta studi diberi dosis kandidat vaksin BNT162. Pengujian kelompok pertama itu selesai pada 29 April 2009.
Melansir Clinical Trials, uji klinis Fase 1 melibatkan peserta dari usia 18 hingga 55 tahun dan usia 65 hingga 85 tahun. Sedangkan Fase 2/3 melibatkan peserta di atas 12 tahun. Secara spesifik usia peserta studi dikelompokkan dalam 12-15, 16-55, atau usia >55 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap peserta diketahui menerima dua dosis vaksin. Dosis kedua diberikan 21 hari setelah peserta menerima dosis pertama. Ada dua kategori vaksin yang digunakan dalam studi, yakni BNT162b1 dan BNT162b2. Keduanya dilakukan dengan cara injeksi intramuskular.
Hingga 25 September sudah ada 43 ribu lebih orang yang mendaftar sebagai penerima vaksin. Laporan ketiga tahun 2020 yang dirilis Pfizer menyebutkan bahwa hampir 36 ribu peserta telah menerima vaksin BNT162 pada 26 Oktober 2020.
Negara yang menjadi lokasi uji klinis vaksin itu adalah Argentina, Brasil, Jerman, Afrika Selatan, Turki, dan Amerika Serikat.
Studi uji klinis vaksin tersebut diprediksi selesai pada 11 Desember 2022. Sedangkan Studi utama direncanakan selesai pada 13 Juni 2021.
Melansir Science Focus, vaksin Pfizer telah diuji pada 43.500 orang di enam negara dan tidak ada masalah keamanan telah dibesarkan. Tahap selanjutnya melibatkan peninjauan ahli atas semua data oleh MHRA atau European Medicines Agency (EMA).
Vaksin Pfizer, yang dibuat bersama dengan BioNTech dikenal sebagai vaksin messenger RNA (mRNA). Vaksin itu menggunakan kode genetik virus daripada bagian mana pun dari virus itu sendiri dan disuntikkan ke dalam tubuh.
Kode itu akan memasuki sel dan memberi tahu mereka untuk membuat antigen. Vaksin konvensional diproduksi menggunakan bentuk virus yang dilemahkan.
Beberapa pihak percaya vaksin mRNA lebih aman untuk pasien karena tidak bergantung pada elemen virus yang disuntikkan ke dalam tubuh.