Ahli meminta agar jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa vaksin Covid-19 Moderna bisa mencegah penularan virus corona. Vaksin buatan Moderna ini sebelumnya diklaim 94,5 persen efektif melawan Covid-19.
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menyatakan klaim jangan terburu-buru disimpulkan dapat mencegah penularan karena belum ada hasil final maupun artikel ilmiah tentang hasil uji klinis vaksin Moderna.
"Perlu diingat semua uji klinis vaksin saat ini tidak berusaha untuk membuktikan bahwa vaksin mampu mencegah penularan, karena untuk membuktikan itu uji klinis harus melakukan swab PCR pada semua relawan setiap 2 minggu sekali dan itu tentu akan mahal sekali," kata Ahmad saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad menyatakan proteksi vaksin untuk setiap kelompok umur relawan untuk pengujian vaksin Moderna juga belum diungkap dalam artikel. Ahmad menyatakan perlu dipertanyakan kelompok umur mana yang mendapatkan proteksi 94,5 persen itu.
"Kita masih harus melihat di rentang umur berapa proteksi terhadap gejala berat tersebut terjadi, jadi masih harus kita tunggu artikel full-nya nanti. Maka tetap jangan buru-buru dan sabar menunggu hasil final," ujar Ahmad.
Untuk menilai apakah suatu vaksin efektif dalam memberikan perlindungan terhadap infeksi, peneliti telah menentukan target bahwa dari total orang yang diuji baik kelompok plasebo dan penerima suntikan uji vaksin, setidaknya terjadi 150 kejadian infeksi Covid-19 dan termasuk gejala yang terjadi.
Umumnya tim independen yang telah dibentuk akan melakukan pemeriksaan terhadap proses riset vaksin pada angka kejadian yang ditentukan, misalnya 50 dan 100 dan 150.
"Jadi standar atau kriteria minimalis vaksin Covid-19 dianggap efektif adalah terkumpul 150 kasus Covid-19 (bergejala), dimana 100 kasus terjadi pada kelompok relawan yang mendapatkan plasebo dan maksimum 50 kasus terjadi pada kelompok yang diberikan vaksin," kata Ahmad.
Moderna dikatakan Ahmad telah mengumpulkan 95 kasus Covid-19. Hal yang menarik adalah dari 95 kasus itu, 5 kasus terjadi pada kelompok vaksin, artinya 90 kasus yang terjadi pada kelompok plasebo.
Ahmad mengatakan fakta ini cukup menggembirakan karena artinya penerima vaksin Moderna hanya sedikit yang terjangkit Covid-19 dibandingkan yang menerima plasebo.
"Maka kalau tren ini bertahan hingga mencapai angka 150, maka efektivitas vaksin mencegah gejala Covid-19 memang di atas 90 persen. Jauh di atas kriteria minimalis," ujar Ahmad.
Ahmad juga mengungkap hal yang menarik bukan hanya dari jumlah kasus Covid-19 tapi juga gejala berat yang dialami oleh kelompok plasebo. Moderna menemukan 11 kasus gejala berat dan 11 kasus tersebut semua di kelompok plasebo.
Padahal target uji klinis tidak berharap untuk membuktikan bisa proteksi dari gejala berat atau kematian, yang penting bergejala dan tentu terkonfirmasi tes PCR.
"Maka adanya gejala berat di uji klinis Moderna tentu bagus dari sisi sains, apalagi kalau ada yang meninggal di kelompok relawan plasebo," kata Ahmad.
Hal menarik lainnya, kata Ahmad, adalah Moderna mengklaim vaksin berjenis RNA ini tak memerlukan suhu dingin untuk penyimpanan. Padahal vaksin RNA buatan Pfizer membutuhkan suhu di bawah minus 70 derajat celsius.
Klaim ini merupakan tanda baik untuk memudahkan proses logistik dan distribusi vaksin karena vaksin dapat disimpan di kulkas biasa.
"Moderna mengklaim bahwa penyimpanan tidak membutuhkan -70 derajat celsius dan bisa menggunakan kulkas biasa. Kalau benar ya memang jadi lebih mudah logistiknya. Mereka pasti melakukan semacam chemical modification agar lebih stabil," ujar Ahmad.