Pfizer (BNT162) mengumumkan hasil akhir uji vaksin corona tahap 3 mereka dan menyebut 95 persen efektif menangkal Covid-19.
Angka 95 persen ini unggul sedikit dari klaim Moderna yang mengaku 94,5 persen efektif. Meski demikian, kedua pengumuman ini membuat kabar baik yang menguatkan sentimen positif di tengah pandemi corona.
Vaksin yang dikembangkan Pfizer dan BioNTec menggunakan teknologi produksi vaksin baru yang dikenal sebagai mRNA.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vaksin mRNA tidak menggunakan virus utuh. Melainkan hanya memotong sebagian RNA virus. Bagian virus yang dipotong adalah bagian yang digunakan virus untuk hinggap di sel manusia dan menginfeksi.
Dengan memotong bagian tersebut, diharapkan tubuuh bisa bereaksi menciptakan antibodi yang dapat mengenali dan mencegah bagian virus yang menjadi jalan masuk ke sel manusia.
Teknologi pengembangan vaksin ini belum banyak diuji. Pengujian hingga saat ini masih dalam uji klinis. Vaksin jenis ini juga belum pernah digunakan pada vaksin lain sebelumnya.
Vaksin Pfizer harus disimpan dalam suhu super dingin, yakni minus 70-80 derajat Celsius hingga beberapa hari sebelum digunakan.
Keperluan tempat penyimpanan yang tidak biasa ini dikhawatirkan akan menjadi masalah dari sisi distribusi logistik vaksin.
Sebab, tak semua tempat menyediakan lemari pendingin yang bisa menghasilkan -80 derajat Celcius. Kulkas pada umumnya hanya mampu menghasilkan -4 derajat Celcius.
Vaksin Pfizer dijual US$20 atau Rp281 ribu untuk satu dosis yang seberat 30 mikrogram.
Melansir Pfizer, vaksinasi vaksin dilakukan dua kali. Dalam uji klinis, vaksin kedua Pfizer diberikan setelah 21 hari pasien menerima dosis vaksin pertama.
Pfizer berharap dapat memproduksi hingga 50 juta dosis vaksin pada tahun 2020 dan hingga 1,3 miliar dosis pada tahun 2021 secara global.
Meski menyebut 95 persen efektif, namun sejumlah ahli masih mempertanyakan keampuhan vaksin ini. Sebab, vaksin yang hanya berisi fragmen virus atau potongan bagian virus saja punya kemungkinan memberikan respons imun yang lemah. Sehingga butuh tambahan dorongan lain untuk menambah keampuhan.
Kelebihan mRNA adalah vaksin tidak membutuhkan virus utuh sehingga dapat memangkas waktu produksi dibandingkan vaksin lainnya.
Direktur dan CEO Hudson Institute of Medical Research, Profesor Elizabeth Hartland mengatakan karena hanya membutuhkan mRNA, produksi virus dapat dipangkas sebab vaksin tak membutuhkan virus utuh.
Vaksin yang memanfaatkan teknologi rekayasa genetika bisa cepat dibuat, mudah diproduksi, dan berpotensi lebih murah ongkos produksinya, seperti ditulis The Conversation.
Dilansir dari Pharmacytimes, vaksin mRNA" ini tidak dibuat dengan virus SARS-CoV-2 utuh. Artinya tidak ada kemungkinan siapa pun dapat tertular dari suntikan.
Sebaliknya, vaksin tersebut berisi potongan kode genetik yang melatih sistem kekebalan untuk mengenali protein spike di permukaan SARS-CoV-2. Potongan ini tidak akan berpotensi menularkan Covid-19.
(eks)