ANALISIS

Matahari Buatan: Sumber Energi Baru yang Bisa Hancurkan Bumi

CNN Indonesia
Jumat, 11 Des 2020 13:11 WIB
Masa depan Matahari buatan seperti milik China menyimpan potensi sebagai sumber energi alternatif tanpa batas atau hancurkan Bumi.
Ilustrasi matahari buatan China. (AFP/STR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Penggunaan energi yang tak ada habisnya pada dekade ini dikhawatirkan dapat membuat kelangkaan energi. Sebab, sumber utama energi saat ini berasal dari bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang akan habis.

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam jurnal Energy: The Next Fifity Years menyebut bahan bakar fosil tak bisa memenuhi kebutuhan listrik dan transportasi penduduk dunia yang diprediksi lebih dari 2 miliar orang pada 2050.

Sehingga, ilmuwan mulai mengembangkan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satunya lewat pembangkit listrik energi fusi nuklir. Salah satu pengembangan proyek ini adalah Matahari Buatan China. Proyek ini merupakan bagian dari program Reaktor Termonuklir Internasional (ITER) di Prancis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara buat reaksi fusi

Reaksi fusi nuklir untuk menciptakan panas melebihi inti matahari sungguhan. Suhunya bisa mencapai 150 juta derajat Celcius, 15 kali lebih panas dari inti matahari.

Untuk mencapai fusi, dua unsur ringan berupa Deuterium dan Tritium digabungkan, kemudian dipanaskan dalam suhu 10 pangkat 9 derajat Celcius, atau sekitar 1 milyar derajat Celcius. Usai dipanaskan mencapai fusi, maka terbentuk plasma panas yang bisa digunakan sebagai energi terbarukan.

Energi ini diklaim ramah lingkungan, tidak mengeluarkan limbah berbahaya dan minim risiko kebocoran. Bahan bakarnya pun, mudah diperoleh dengan menyunting air laut menjadi Deuterium dan Tritium. Artinya, energi hampir tidak akan habis karena ketersediaan sumber daya alam yang melimpah.

Namun berbagai keuntungan itu harus melalui proses panjang, dan biaya yang tidak sedikit. Disamping itu, ada bahaya yang mengintai umat manusia dalam proses penelitian Matahari Buatan tersebut.

Kendala yang Dihadapi

Dosen Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada, Yudi Utomo menjelaskan, ada kendala serius yang belum bisa diatasi oleh ilmuwan dalam meneliti Matahari buatan.

Yudi mengatakan, hingga saat ini, belum ada satu jenis material yang mampu menahan panas hingga 1 juta derajat Celcius. Sementara panas plasma dalam reaktor fusi Tokamak bisa mencapai 150 juta derajat celcius.

"Memerlukan material tahan panas yang sampai 1 juta derajat Celcius, dan itu belum ada material bikinan manusia yang bisa mengungkung, karena bisa meleleh, jadi problemnya bukan di reaksinya, tapi di material engineering-nya,"kata Yudi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (10/12).

Selain itu, masalah lainnya adalah bagaimana mengungkung panas dalam Tokamak untuk waktu lama dan tidak menyebabkan kebocoran. Jika reaksi fusi sampai terjadi, namun material belum bisa menahan panas, maka reaktor itu sendiri akan meleleh dan memancarkan panas 150 juta derajat Celcius.

"Bagaimana menemukan material yang tepat, yang bisa menahan panas sebesar itu dalam waktu lama, kalau bocor ya leleh, harus ada pengungkungnya yang tahan panas," tutur Yudi.

Selain itu, ada biaya besar yang harus dikeluarkan untuk melakukan penelitian reaktor fusi. Sementara itu, tidak diketahui pasti berapa lama waktu yang dihabiskan untuk meneliti reaktor fusi hingga mendapatkan energi yang tak pernah habis tersebut.

"Dana [yang dihabiskan] tentu besar sekali, akan bagus kalau ada prioritas riset unggulan ke arah fusi, walaupun menghabiskan waktu banyak, mungkin sekitar 25-30 tahun," terangnya.

Diketahui, untuk melakukan riset reaktor fusi nuklir yang dilakukan China menggunakan Tokamak menghabiskan sekitar USD 22,5 miliar, atau setara dengan Rp310 triliun.

Keberhasilan dipertanyakan

Meski ada kendala besar yang dihadapi, Yudi mengatakan tidak menutup kemungkinan sang 'Matahari Buatan' ini bisa menjadi opsi energi terbarukan untuk umat manusia. Selain ramah lingkungan dan bahan bakarnya mudah didapat, energi di masa depan energi menjadi tak terbatas.

"Tentu bisa [menjadi energi alternatif], sudah dibuktikan kan, dengan reaksi fusi kecil-kecilan itu, hanya bagaimana kita temukan material tahan panas itu," ucapnya.

Sikap optimistis juga disampaikan oleh Akademisi Fisika Nuklir Universitas Pertahanan Mutia Meireni, ia menyebut tidak menutup kemungkinan Matahari buatan menggantikan energi fosil.

"Seberapa besar kemungkinannya menjadi sumber energi alternatif, itu sangat memungkinkan. Tinggal melanjutkan riset untuk mencari cara mengungkung panasnya itu," ujarnya.

Mutia juga mengatakan, reaksi fusi memiliki kelebihan, ia tidak menyebabkan proses pengkayaan. Tidak seperti reaksi fisi yang prosesnya memperkaya uranium sehingga mudah dieksploitasi untuk bahan peledak atau senjata nuklir.

Ramah lingkungan

Namun proses fusi sebaliknya, menggabungkan unsur ringan menjadi unsur yang lebih berat. Adapun limbah berbahaya yang kemungkinannya kecil untuk bocor adalah Tritium, yang masa paruhnya pun singkat, 12,3 tahun.

"Reaktor fusi itu tidak ada proses pengkayaan, lebih aman digunakan, selain itu, kalau terjadi kebocoran tritium memang zat radioaktif tapi waku paruhnya singkat," kata Mutia.

Meski demikian, Mutia mengatakan belum ada material yang dapat menahan panas dari Tokamak. Sejauh ini, material tahan panas yang digunakan adalah logam tungsten yang memiliki titik lebur hingga 3.422 derajat celcius.

"Sejauh ini tungsten lah yang dikira mampu menahan plasma bersuhu tinggi, tapi gimana itu berhasil atau enggak kita belum ada yang tau, jadi kita belum bisa bilang ini akan berhasil apa enggak," ungkapnya.

Di lain pihak, Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir BATAN, Dhandang Purwadhi mengatakan perlu mewaspadai matahari buatan China tersebut, sebab, panas yang dihasilkan benar-benar bisa melelehkan peradaban di Bumi.

"Sampai sekarang penelitiannya masih eksperimental, bisa saja berbahaya, tapi penelitian itu ada batasnya sehingga jangan sampai merusak, dari segi panasnya yang keluar itu besar sekali bisa melelehkan apa saja di permukaan Bumi," tutupnya.

(mln/eks)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER