Kepala Eksekutif BioNTech SE Jerman, Ugur Sahin, mengatakan khawatir kapasitas produksi vaksin virus corona (Covid-19) mereka tidak sanggup memenuhi permintaan pasar.
Sebagai mitra perusahaan obat Amerika Serikat, Pfizer Inc., kini mereka berusaha meningkatkan produksi vaksin itu guna memenuhi permintaan yang sangat besar.
Apalagi setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) resmi memberikan izin penggunaan darurat vaksin Pfizer-BioNTech pada Jumat (11/12) untuk memerangi pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keputusan FDA ini muncul setelah melakukan penelitian pada hasil uji klinis, tapi juga ditengarai berada di bawah tekanan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Dilansir NDTV, Sabtu (12/12), BioNTech mengatakan mereka akan memproduksi hingga 1,3 miliar dosis vaksin pada tahun depan.
Setelah AS memberikan izin penggunaan darurat kepada vaksin Pfizer, Sahin berharap pihaknya juga akan menerima persetujuan bersyarat dari Badan Obat Eropa pada akhir bulan ini, dan dapat mulai meluncurkan vaksin di negara-negara Eropa awal tahun depan.
"Rencana dasarnya adalah (memproduksi) 1,3 miliar dosis. Dan kami sedang mengerjakan rencana yang diperpanjang. Saya tidak dapat memberi tahu Anda saat ini apa yang mungkin dan seberapa besar kami dapat memperluas skala, tapi kami akan mencoba melakukannya secara signifikan," kata Sahin.
Dilansir The Kashmir Monitor, pemerintah AS telah memesan 100 juta dosis vaksin dan kemungkinan akan memesan lagi dalam jumlah lebih banyak.
Padahal, Anggota Dewan Pfizer dan mantan komisaris FDA, Scott Gottlieb, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNBC bahwa mereka sempat menawarkan untuk menjual lebih banyak dosis ke AS pada bulan lalu, tetapi ditolak.
Dalam data yang dirilis pekan ini, Pfizer dan BioNTech mengatakan efek vaksin mereka mulai terlihat, bahkan sebelum penerima vaksin menerima suntikan kedua. Tampaknya, vaksin Pfizer mulai menunjukkan kemanjuran sekitar 12 hari setelah suntikan pertama.
"Kami tahu bahwa tanggapan kekebalan (akan) sangat meningkat setelah dosis kedua (diberikan)," kata Sahin.
Lebih lanjut, dia mengatakan pihaknya belum memutuskan apakah akan mengevaluasi versi dosis tunggal dari vaksin itu.
(ans/ayp)