Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ahmad M. Ramli, mengungkapkan enam tantangan dan hambatan yang dihadapi untuk meningkatkan kualitas penyedia jaringan internet di Indonesia.
Lebih lanjut, saat dihubungi Ramli menyebut kualitas internet yang dimaksud terkait dengan kecepatan dan cakupan akses.
"Ada dua variabel terkait layananan telko," jelasnya lewat pesan teks, Selasa (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertama, cakupan jaringan (berupa) jangkauan wilayah yang ter-cover sinyal. Kedua, berupa kecepatan internet," lanjutnya.
Berikut enam kendala yang dihadapi untuk memeratakan jaringan internet di Indonesia.
Pertama adalah kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari kepulauan. Kondisi ini menjadi tantangan karena kesulitan membangun fasilitas jaringan dan data di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Quality of serviceini tidak mudah, faktor geografis kita luar biasa beda dengan negara lainnya, misal Singapura yang geografisnya lebih kecil," kata Ahmad dalam webinar 'Mengungkap Peluang dan Kendala Perluasan Jaringan Internet di Berbagai Wilayah Indonesia', Selasa (15/12).
Tantangan kedua adalah ketergantungan padamobile broadband. Masyarakat Indonesia, kata Ahmad, berharap dapat mengakses data dan layanan internet di manapun dan kapanpun. Sementara masih adablankspotdi banyak daerah 3T dan non 3T di Indonesia.
Sebagai catatan, Kemkominfo melaporkan ada sekitar9.113 daerah yang tidak tercover jaringan 4G, dan 3.435 daerah non 3T yang juga tidak tercover jaringan ini. Jika ditotal, ada sekitar 12.548 daerahblankspotdi Indonesia.
Daerah blankspot ini tidak memiliki jaringan fiber optic yang menghubungkan base transceiver station(BTS), sehingga tidak masuk lingkup jaringan 4G.
"Masih sedikit dari masyarakat kita yang menggunakan jaringan fiber optic sebagai jaringan aksesnya, karena fiber optic biasanya hanya ada di kota-kota besar," tuturnya.
Kemudian ada kendala daya beli masyarakat yang terbatas untuk mengakses internet. Hal ini dikarenakan layanan internet jaringanfiber opticrelatif mahal, sementara para operator seluler biasanya menjual internet dengan sistem kuota terbatas, namun dengan harga terjangkau.
Selanjutnya adalah tantangan bias pengukuran kecepatan internet di masyarakat Indonesia. Menurut Ahmad, pengguna internet cenderung hanya mengukur kecepataninternet ketika kondisi jaringan memburuk.
"Padahal setiap penyedia mempunyai pengukuran dan memiliki metode pengukuran yang berbeda-beda, salah satu bias yang sering mencuat adalah kecenderungan pengguna melakukan pengujian jaringan dalam kondisi jaringan yang buruk," tuturnya.
Selain itu, ada tantangan menyediakan cakupan internet yang besar karena jumlah penggunanya di Indonesia yang banyak. Karenanya, penyelenggara telekomunikasi harus menyediakan kapasitas internet yang besar untuk mendukung permintaan akses internet yang besar.
"Jumlah internet yang besar akan sangat berpengaruh pada kapasitas yang harus disediakan oleh penyelenggara telekomunikasi, dan berpengaruh pada statistik pengukuran," ucap Ahmad.
Terakhir, adalah masalah regulasi pengelolaan jaringan internet. Menurut Ahmad diperlukan regulasi untuk mengatur standar kualitas pelayanan, serta mengatur pengukuran kualitas layanan secara independen.
"Kita perlu ada regulasi untuk mengatur infrastruktursharing, frekuensisharing, dananalog switch offdi penyiaran agar jumlah internet yang besar ini bisa diimbani ketersediaan frekuensi yang terbatas," kata Ahmad.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) Jamalul Izza juga mengatakan, kendala utama meningkatkan kualitas jaringan internet berada di daerah.
Selain karena keterbatasan teknologi untuk menjangkau daerah 3T di Indonesia, pengelola jaringan internet juga harus berhadapan dengan regulasi di daerah tersebut.
"Tantangan di lapangan sangat banyak, geografis kita laut dan pulau-pulau menjadi tantangan berat buat kita, kendala lainnya adalah daerah tersebut punya regulasi yang juga memberatkan penyelenggara menggelar sebuah jaringan," kata Jamalul.
Namun meski demikian, ia menargetkan seluruh daerah 3T dan non 3T di Indonesia telah terpenuhi jaringan internet pada 2022. Pihaknya berencana akan bekerja sama dengan desa-desa di daerah untuk membangun koneksi internet.
"Daerah yang kita sasar adalah daerahblankspot, target di 2022 semua daerah sudah terpenuhi jaringan internetnya, bentuknya adalah kerja sama dengan desa-desa mengkoneksikan desa di tiap provinsi," pungkasnya.
(mln/eks)