Berbagai alat deteksi infeksi virus corona penyebab penyakit Covid-19 buatan dalam negeri akan tersedia dalam waktu dekat selain GeNose yang dijual dengan harga Rp25 ribu.
Alat pendeteksi virus corona (Covid-19) lewat hembusan napas produksi Universitas Gadjah Mada (UGM), GeNose, telah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kamis (24/12) lalu.
GeNose marupakan pendeteksi virus corona lewat hembusan napas. Alat ini dikembangkan oleh Universitas Gajah Mada (UGM).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mendeteksi Covid-19 berbeda dengan pemeriksaan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes swab yang dikenal saat ini. GeNose hanya memerlukan embusan nafas yang ditiupkan ke alat, dan hasil akan keluar dalam waktu sekitar dua menit.
Selain alat ini diklaim mudah digunakan, alat ini juga terhitung ekonomis jika dibandingkan dengan tes PCR, rencananya GeNose hanya dipatok kisaran Rp15-25 ribu saja.
Selain UGM, beberapa peneliti seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kolaborasi penelitian Universitas Padjadjaran(UNPAD) dan Institut Teknologi Bandung (ITB) juga mengembangkan alat deteksi Covid-19 lain.
RT-LAMP dan LFIA merupakan deteksi virus Covid-19 yang dikembangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko menyatakan RT LAMP ini tidak perlu menunggu antibodi tertentu untuk pendeteksianya. Berdasarkan pengujian awal, waktu reaksi hanya membutuhkan 1 jam.
RT LAMP telah digunakan untuk deteksi virus influenza, MERS, dan SARS. Adapun reagen untuk reaksi RT LAMP tersedia dengan harga sekitar Rp10 juta untuk 100 reaksi. Dengan demikian, reagen ini tiap reaksi yang dideteksi dengan alat ini dihargai Rp100 ribu.
Disamping itu LIPI juga sudah mengembangkan sistem deteksi cepat (rapid test) Covid-19 berbasis Nanopartikel Fluoresensi dalam Lateral Flow ImmunoAssay (LFIA) Kit.
Metode LFIA Kit berbasis gold nanopartikel (AuNO) akan didistribusikan dengan flourescent silica nanoparticle (FSNP), yang dapat disintesa secara lokal. Sehingga, Indonesia bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor.
Deteksi CePAD merupakan alat deteksi yang dikembangkan oleh kolaborasi peneliti perguruaan tinggi Jawa Barat, yaitu Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Lihat juga:Tiga Inovasi Alat Tes Covid-19 Unpad dan ITB |
Melansir situs resmi, sensitivitas Uji Cepad saat ini sudah 93 persen. Perolehan hasil ini merupakan peningkatan dari sebelumnya di bawah 10 persen, hingga 70 persen.
Proses pengambilan Uji Cepad saat ini masih menggunakan sampel nasofaring (swab). Ke depannya tim peneliti akan mengembangkan versi kedua CePAD yang bisa digunakan secara mandiri. Sampel yang diambil tidak lagi lewat hidung, tetapi bisa menggunakan spesimen dari air liur.
Alat tes cepat ini berbeda dengan alat pada umumnya yang digunakan di Indonesia selama ini. Perbedaan Deteksi CePAD dengan rapid tes yang umum digunakan saat ini adalah dengan mendeteksi molekul.
(can/eks)