China mengungkapkan rencananya untuk membuat program pengendali cuaca yang mencakup area seluas lebih dari 5,5 juta kilometer persegi.
Program modifikasi cuaca ini diklaim dapat mengendalikan cuaca untuk melindungi area pertanian dan memastikan cuaca yang cerah untuk acara-acara penting di negara tirai bambu itu.
Menurut pernyataan salah seorang dari Dewan Negara China, pihaknya akan memiliki sistem pengendalian cuaca menggunakan teknologi mutakhir, sistem ini rencananya bisa digunakan pada 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu, berkat modifikasi cuaca ini, China dapat mengurangi 70 persen kerusakan akibat hujan es di wilayah Xinjiang yang identik dengan wilayah pertanian.
Menurut kantor berita Xinhua, China telah menghabiskan $1,34 miliar dolar untuk teknologi modifikasi cuaca pada 2012-2017.
China berhasil menyalakan "Matahari buatan" yang memanfaatkan kekuatan tenaga nuklir. Matahari artifisial itu diklaim dapat menghasilkan energi tanpa batas.
Matahari bernama HL-2M Tokamak ini adalah penelitian eksperimen nuklir terbesar dan tercanggih di dunia. Peneliti mengklaim reaktor tersebut dapat membuka sumber energi bersih yang kuat dan ramah lingkungan.
Matahari bereaktor nuklir ini menggunakan medan magnet untuk memadukan plasma panas dan dapat mencapai suhu lebih dari 150 juta derajat Celcius. Suhu itu 10 kali lebih panas dibandingkan inti Matahari.
Terletak di provinsi Sichuan barat daya dan selesai akhir tahun lalu, reaktor ini sering disebut "matahari buatan" karena panas dan tenaga yang dihasilkannya sangat besar.
Ilmuwan China telah bekerja mengembangkan versi yang lebih kecil dari reaktor fusi nuklir sejak 2006. Mereka berencana menggunakan perangkat tersebut bekerja sama dengan para ilmuwan yang mengerjakan Reaktor Eksperimental Termonuklir Internasional.
Proyek tersebut merupakan proyek penelitian fusi nuklir nuklir terbesar di dunia yang berbasis di Prancis. Proyek harapkan selesai pada tahun 2025.
China sudah berencana untuk mengembangkan robot drone bawah laut serupa Seaglider, hingga pangkalan militer bawah laut generasi baru pada 2021.
Misi ini dinamai misi 912, yang bertujuan untuk mengembangkan kapal selam tanpa awak. Drone bawah laut ini nantinya digerakan oleh teknologi AI (artificial intelligence) untuk menangani misi pengawasan laut, peletakan ranjau, dan melakukan penyerangan, sehingga disebut juga sebagai automatic underwater vehicle (AUV).
Pengembangan robot bawah laut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan laut negara itu dengan bantuan kecerdasan buatan. Drone bawah laut itu bakal beroperasi untuk kebutuhan militer dan sains.
Drone bawah laut dengan kecerdasan buatan itu, digunakan untuk memindai dasar laut untuk pertambangan, meneliti kehidupan serta mengetahui kandungan yang ada di dasar laut. Nantinya data tersebut akan dikirimkan ke pangkalan militer yang ada di darat.
(can/mik)