Vaksin nusantara juga didesain sebagai vaksin personal yang mampu menyasar seluruh golongan baik dari segi usia hingga warga yang memiliki penyakit penyerta alias komorbid.
Karena bersifat personal, maka sel dendritik dari relawan A tidak bisa diberikan ke relawan B, C, atau D.
Menurut Terawan, konsep vaksinasi yang general diubah menjadi personal cukup penting, karena kondisi komorbid atau penyakit penyerta setiap individu berbeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, meski vaksin Nusantara punya konsep vaksinasi personal, ia memastikan produksi massal tetap bisa dilakukan. Ia bahkan menyebut vaksin itu bisa diproduksi hingga 10 juta sebulan.
"Jadi orang pikir tidak bisa produk massal. Bahkan bisa sebulan bisa 10 juta, bisa dilakukan," ucap dia.
Sementara itu, Epidemiolog Universitas Airlangga(Unair)Windhu Purnomo menilai model Vaksin Nusantara yang disebut bisa menjadi vaksin personal tidak cocok untuk vaksinasi massal.
Sebab, menurutnya vaksin yang bersifat individual bakal memperlambat proses vaksinasi. Selain itu ia khawatir sampel dendritik setiap orang rawan tertukar.
Jika vaksin ini berhasil lolos hingga tahap uji klinis III, maka Indonesia disebut bakal jadi yang pertama di dunia untuk mengembangkan vaksin berbasis sel dendrintik ini.
"Kita satu-satunya di dunia sebenarnya, kalau ini nanti kita bisa berhasil dalam uji fase pertama sampai ketiga dan sampai produksi. Berarti kita termasuk dalam tujuh negara di dunia yang punya kedaulatan pembuatan vaksin," jelas Jajang.
Pengembangan vaksin ini pun sepenuhnya memanfaatkan komponen bahan dari dalam negeri.
"Proses pengembangan vaksin ini sepenuhnya memanfaatkan sumber daya asli Indonesia. Dari sel darah Indonesia, dengan ahli peneliti dari Indonesia, dan dikomando oleh Bapak dr Terawan Agus Putranto," terang Humas Rama Pharma Raditya Mohammer Khadaffi.
Raditya mengatakan pihaknya telah rampung melakukan uji klinis fase I terhadap 30 relawan dan bersiap menuju uji klinis fase II bila mendapat lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Ia menargetkan dalam uji klinis tahap II akan dibutuhkan 180 relawan. Kemudian uji klinis tahap III dibutuhkan 1.600 relawan, dan apabila vaksin buatan anak bangsa ini dapat diekspor, maka membutuhkan relawan hingga 30 ribu orang.