Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menyatakan riset mengenai vaksin Sinovac kurang ampuh melawan varian virus corona yang ditemukan di Brazil (P1) sudah sesuai. Dia mengatakan jumlah sampel yang mencapai delapan orang tidak membuat penelitian menjadi tidak akurat.
"Risetnya saya lihat cukup memadai dan metedologinya juga, jumlah (sampel) tidak terlalu signifikan. Dalam hal ini saya kira sudah memadai ya," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/3).
Dicky justru menekankan hasil studi yang dilakukan oleh ilmuwan Brasil itu adalah temuan penting bagi Indonesia. Temuan itu memperlihatkan bahwa vaksin CoronaVac buatan Sinovac mengalami penurunan efektivitas dalam mengatasi varian virus P1.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jadi pesan penting bahwa yang terjadi di Indonesia, kita harus percepat program vaksinasi. Kedua, vaksin bukan solusi tunggal. Dan ketika aspek 3T dan 5M, serta transparansi dan tata kelola data tidak adekuat, kita menggali lubang kubur kita sendiri," ujarnya.
Lebih lanjut, Dicky mengingatkan hal terburuk dalam pendemi Covid-19 belum terjadi di Indonesia. Sehingga, dia meminta semua pihak berhati-hati atas setiap keberhasilan, terlebih masih dikritik secara akademis.
"Dalam merespon pendemi, pengalaman saya kita selalu mengambil skenario terburuk. Berita biar politisi saja. Tapi, untuk sektor kesehatan kita harus sangat serius dan betul-betul mempertimbangkan skenario terburuk," ujar Dicky.
Dicky menyampaikan Indonesia harus menyiapkan strategi terbaik. Penggunaan vaksin Sinovac untuk vaksinasi nasional, lanjut dia harus terus digulirkan karena ada manfaatnya meski mengalami penurunan pada strain P1.
"Jadi pesan saya, pemerintah harus perbaiki manajemen data, tata kelola data, transparansi data pada setiap level, terutama pada pendeteksian dini," ujarnya.
Dengan adanya transparansi, kata dia akan menentukan keberhasilan pemerintah dalam pengendalian pandemi. Jika tidak, pada akhirnya pemerintah akan terlambat menyadari bahwa salah dalam menangani pandemi.
Sebelumnya, sebuah studi mengungkap vaksin Covid-19 buatan Sinovac kemungkinan tidak memicu respons antibodi yang cukup terhadap varian baru virus corona yang teridentifikasi di Brasil.
Studi dilakukan dengan cara mengambil sampel plasma dari delapan orang yang divaksin dengan CoronaVac Sinovac gagal menetralkan garis keturunan P.1 atau 20J/501Y.V3.
"Hasil ini menunjukkan bahwa virus P.1 mungkin lolos dari antibodi penawar yang disebabkan oleh CoronaVac," kata gabungan para peneliti dari Universitas Sao Paulo Brasil dan Fakultas Kedokteran Universitas Washington.
Vaksin Sinovac digunakan dalam program vaksinasi massal di beberapa negara yaitu China, Brasil, Turki, termasuk Indonesia.
(jps/mik)