Jakarta, CNN Indonesia --
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memastikan dua kasus Covid-19 yang dilaporkan terjadi di Provinsi Jambi merupakan varian virus corona lokal dan bukan merupakan varian Delta Plus.
Kepala Eijkman Prof Amin Subandrio menyebut varian lokal yang terdeteksi di Jambi merupakan varian lokal B.1466.2. Varian lokal ini pertama kali terdeteksi di Bekasi.
Hal ini diutarakan mengoreksi pernyataan sebelumnya ketika lembaga ini melaporkan terdapat dua varian Delta Plus yang terkonfirmasi di Jambi serta satu kasus yang sama di Mamuju.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata yang di Jambi itu harus dikoreksi, masuknya bukan ke Delta Plus, tapi kelompoknya varian lokal Indonesia B.1466.2," kata Kepala Eijkman Prof Amin Subandrio seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Minggu (1/8).
Namun, menurut Amin varian yang terdeteksi diMamuju memang merupakan varian Delta Plus.
Amin mengatakan varian Delta Plus adalah turunan dari varian Delta yang mengalami satu tambahan mutasi di mana asam amino leusin pada bagian protein diganti dengan Asparagin (N).
Menurut Amin, berdasarkan pengamatan terhadap kasus-kasus yang ada di Tanah Air belum memiliki data secara ilmiah bisa bisa menyebabkan gejala lebih berat.
"Kita lihat yang terinfeksi varian Delta tidak semuanya berat dan pasien berat saat ini tidak semuanya Delta. Jadi hubungan Delta dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas untuk di Indonesia itu belum ada dukungan bukti yang kuat," ujarnya.
Empat varian corona lokal seperti terdeteksi di Jambi
Selain di Jambi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi sempat menjelaskan bahwa varian B.1466.2 seperti terdeteksi di Jambi juga sudah menyebar ke berbagai provinsi lain.
Secara keseluruhan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sempat mengungkap empat jenis varian baru virus corona (Covid-19) asal Indonesia yakni B.1466.2, B.1.470, B.1.1.398, dan B.1.459.
- Varian B.1.466.2 pertama kali ditemukan di Bekasi pada 12 November 2020.
- Varian B.1.470 ditemukan di Surabaya 9 April 2020,
- B.1.1.398 di Jakarta pada 5 Juni 2020, dan
- B.1.459 di Nusa Tenggara Barat pada 1 Juni 2020.
Nadia menyatakan keempat varian ini tidak berbahaya.
Berdasarkan data per 30 Juli 2021, varian B14662 ada 794 kasus. Kemudian B1470 ada 460 kasus, B11398 ada 173 kasus dan B1459 sebanyak 136 kasus. Semuanya tersebar di berbagai daerah. Akan tetapi, Nadia belum mau merinci peta sebaran kasus varian baru asal Indonesia tersebut.
Sempat masif menular, sebelum Delta mendominasi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menyebut varian lokal B.1.466.2 yang kini berada dalam pemantauan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sempat masif mendominasi penularan Covid-19 di Indonesia.
Menurut peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI yang juga merupakan Ketua Tim Riset Whole Genome Sequencing (WGS) LIPI Sugiyono Saputra varian B.1.466.2 sempat mendominasi penularan di Indonesia pada hingga 57 persen kasus Covid-19 pada Maret 2021 sebelum akhirnya varian Delta menyerang dan mendominasi lebih dari 80 persen.
"Iya (sempat) masif, tapi dulu tak terbahas karena keterbatasan untuk melakukan whole genome sequencing juga. Saat ini data genom sudah banyak dan bisa bicara banyak dan (jadi) tahu juga kalau dulu varian lokal pernah mendominasi," jelasnya saat dihubungi (29/7).
Lebih lanjut, Sugiyono menyebut B.1.466.2 memang merupakan varian yang paling menonjol karena proporsinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan varian lain.
"Terutama pada bulan Januari 2020 sebesar 23 persen, kemudian terus naik hingga mencapai 57 persen pada bulan Maret, dan 49 persen pada pertengahan Mei 2021, sebelum akhirnya varian Delta mendominasi hingga lebih dari 80 persen," jelasnya.
Namun, saat ini Saat ini varian tersebut cenderung minoritas dan proporsinya kurang dari 5 persen pada pertengahan Juni-Juli, dimana varian Delta tetap mendominasi hingga 92 persen.
Varian yang ditemukan di Jambi dalam pantauan WHO
Namun, varian B.1.466.2 yang pertama ditemukan di Bekasi dan kini terdeteksi di Jambi sudah masuk dalam kategori Alerts for Further Monitoring alias varian yang tengah dipantau perkembangannya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak April 2021 lalu.
Alasannya, varian ini memiliki perubahan material genetik yang diduga mempengaruhi karakteristik virus atau diduga dapat menimbulkan risiko di masa depan. Tetapi bukti dampak fenotipik atau epidemiologis saat ini tidak jelas, sehingga memerlukan pemantauan lebih lanjut dan bukti ilmiah baru.
Tidak masuk kategori VoC dan VoI WHO
Meski demikian, keempat varian lokal Indonesia tersebut tidak masuk dalam kategori Variant of Concern (VoC) maupun Variant of Interest (VoI) WHO.
WHO mendefinisikan VoI sebagai kategori varian yang memiliki genom mutasi dan menyebabkan perubahan asam amino terkait kepekaan alat tes/telah. Sudah pula terdeteksi di banyak negara, hingga teridentifikasi menyebabkan penularan pada komunitas.
Sementara VoC adalah varian yang memiliki peningkatan penularan atau perubahan yang merugikan dalam epidemiologis, memiliki peningkatan virulensi atau perubahan presentasi penyakit klinis, bahkan mampu menurunkan efektivitas vaksin. Hanya saja masih sedikit bukti sehingga perlu penelitian lebih lanjut.