Taliban Cari Celah Biar Konten Tayang di Medsos

CNN Indonesia
Jumat, 20 Agu 2021 09:01 WIB
Para peneliti mengatakan video-video itu merupakan bagian dari upaya Taliban mendapatkan legitimasi kekuasaan mereka di Afghanistan.
Kelompok Taliban memberikan keterangan di Kabul, Afghanistan. (Foto: AP/Rahmat Gul)
Jakarta, CNN Indonesia --

Taliban terus mencari cara agar bisa membanjiri media sosial meski perusahaan teknologi seperti Facebook, Youtube dan Twitter melarang konten-konten terkait Taliban di platform mereka. Cara ini agar dunia tahu aktivitas positif mereka di Afghanistan.

Diberitakan sebelumnya, Taliban berhasil menguasai Ibu Kota Afghanistan, Kabul pada hari Minggu. Seorang juru bicara kelompok itu mengunggah lima video ke halaman YouTube resminya. Video yang masing-masing berdurasi antara dua dan tiga menit, menunjukkan para pemimpin Taliban memberi selamat kepada para pejuang atas kemenangan mereka.

"Sekarang adalah waktunya untuk melayani bangsa dan memberi mereka kedamaian dan keamanan," ujar Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri Taliban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mendongkrak konten Taliban, puluhan akun pro-Taliban bermunculan di Twitter dalam beberapa hari terakhir, yang dikabarkan membagikan lima video tersebut. Dalam 24 jam, video itu lebih dari setengah juta kali diputar.

Para peneliti mengatakan video-video itu merupakan bagian dari upaya Taliban mendapatkan legitimasi kekuasaan mereka di Afghanistan melalui penggunaan media sosial meski menentang aturan di platform tersebut.

Diberitakan sebelumnya, perusahaan media sosial yang mengikuti pedoman pemerintah, sebagian besar menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris dan tidak mengizinkan konten Taliban di situs mereka.

Kondisi ini membuat Facebook, Twitter dan Youtube "kebingungan". Pasalnya perusahaan tidak memiliki jawaban apakah akan terus melarang kelompok itu untuk mengunggah konten, sedangkan berbagai negara tidak pasti apakah secara resmi mengakui Taliban sebagai penguasa pemerintahan Afghanistan atau tidak.

Hal itu telah menuai kritik karena perusahaan teknologi dalam beberapa bulan terakhir menangguhkan akun beberapa anggota Taliban lainnya.

Seperti contohnya Facebook dan YouTube menghapus akun juru bicara Taliban, Mohammad Naeem, pada hari Selasa hanya setelah The New York Times meminta komentar di akun tersebut.

Namun perusahaan enggan berkomentar mengapa akun itu bisa ada di platformnya, padahal akun dibuat sejak September 2020 yang sudah komitmen tidak mengunggah konten berbau terorisme.

"Sejauh ini, pendekatan perusahaan teknologi tidak terlalu efektif," kata Ayman Aziz, seorang peneliti independen yang mempelajari Afghanistan dan Pakistan selama lebih dari satu dekade.

"Taliban membangun kehadiran baru, dengan rezim baru mereka, secara online," sambungnya.

Akun pro Taliban bermunculan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER