YouTube dan Facebook mengatakan mereka melarang akun-akun pro Taliban dan menghapusnya ketika ditemukan. Di samping itu Twitter mengatakan bahwa mereka melarang konten kekerasan di platformnya.
Sejak 9 Agustus lalu, lebih dari 100 akun dan halaman baru bermunculan, baik itu mengaku milik Taliban atau kelompok yang disebut mendukung misi Taliban.
New York Times juga menemukan belasan akun pro-Taliban, termasuk dari pejabat senior Taliban yang telah ada selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun di situs-situs tersebut namun terbengkalai, tetapi menjadi lebih aktif dalam seminggu terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini terdapat banyak akun yang bekerja sama untuk memposting video, gambar dan slogan tentang pemerintahan Taliban. Seringkali mereka membagikan pesan satu sama lain untuk menyebarkan info terkait administrasi kotapraja lokal, serta menyebar kabar bahwa Taliban membawa perdamaian untuk Afghanistan.
Taktik Taliban di media sosial semakin mirip dengan kelompok teror lain yang mencoba mengubah reputasi mereka seperti Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, dan Hizbullah, di Lebanon, telah menggunakan media sosial untuk mempengaruhi masyarakat dunia dengan konten positif mereka.
Cara Taliban pun dinilai sukses menarik simpati pengguna media sosial. Contohnya, pengikut halaman Facebook resmi melonjak 120 persen menjadi lebih dari 49.000 pengguna pada hari Rabu. Di YouTube, video grup sudah mulai mendapatkan puluhan ribu kali putar, naik kurang dari 1.000 tampilan sebelumnya.
Facebook dalam beberapa hari terakhir mengaktifkan tim tanggap darurat untuk mengikuti situasi di Afghanistan dan menilai penggunaan produknya oleh Taliban, termasuk aplikasi perpesanan WhatsApp.
(can/mik)