Gunung berapi adalah salah satu pengatur iklim terbesar di Bumi, sebab efek letusannya bisa mendinginkan suhu di Bumi.
Saat meletus, Gunung berapi menyuntikkan jutaan ton partikel tinggi ke atmosfer. Letusan gunung berapi besar bisa menyebabkan kabut di seluruh dunia yang menghalangi sinar matahari masuk ke permukaan Bumi sehingga mendinginkan Bumi. Kabut ini bahkan bisa bertahan hingga 5 tahun pada kasus letusan besar.
Sebagai contoh, letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991, berhasil menyebabkan penurunan suhu global 0,5 derajat Celcius yang terdeteksi berlangsung hingga 1992.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun sebagai perbandingan, aktivitas manusia telah menyebabkan pemanasan global hingga lebih dari 1 derajat Celcius sejak 1850.
Ini adalah letusan gunung berapi kedua terbesar di dunia pada abad ke-20. Letusan Pinatubo terlontar ke angkasa dengan ketinggian lebih dari 30 kilometer dan menyebabkan lapisan kabut yang tersebar ke seluruh dunia.
"Selain data dari letusan terbaru seperti Pinatubo, efek penurunan suhu gunung berapi ini juga bisa kita lihat pada kasus letusan lebih dari 2000 tahun lalu," jelas Thomas Aubry, ahli geofisika di University of Cambridge.
Namun, Aubry dan rekan-rekan penelitiannya ingin meneliti lebih lanjut bagaimana efek pemanasan global terhadap sebaran debu vulkanik yang bisa mendinginkan Bumi ini.
Apakah pemanasan global akan mengurangi efektivitas debu vulkanik menurunkan suhu Bumi? Sebab, pada 2100 mendatang suhu dunia diperkirakan akan menghangat 6 derajat Celcius dan troposfer akan tumbuh setinggi 1,5 kilometer.
Sifat debu vulkanik seperti balon udara panas, mereka terus naik ke ketinggian di mana mereka akan terapung secara alami. Studi Cambridge ingin melihat seberapa hingga lapisan atmosfer mana debu vulkanik mengapung jika dipengaruhi oleh pemanasan global yang drastis.
Dalam studi terbaru bersama tim, mereka menggabungkan simulasi komputer dari letusan gunung berapi yang diidealkan dengan model iklim global.
Mereka mensimulasikan respons terhadap gumpalan yang dilepaskan dari gunung berapi berukuran sedang dan besar baik dalam kondisi historis dan pada kondisi pemanasan global yang terjadi di 2100.
Selain itu, perubahan iklim juga akan mempercepat penyebaran material vulkanik dari daerah tropis ke lintang yang lebih tinggi. Material vulkanik yang dimaksud berbentuk tetesan kecil mengkilap atau aerosol sulfat vulkanik.
Selain itu, pemanasan akan mempercepat pola angin utama stratosfer, menyebabkan partikel vulkanik reflektif menyebar lebih cepat ke seluruh atmosfer di atas ke kutub, sebelum mereka sempat menyatu menjadi partikel yang lebih besar. Sebab, semakin kecil partikelnya, semakin banyak cahaya Matahari yang dipantulkan, sehingga bisa memberi efek mendinginkan Bumi.
Jika hal ini terjadi pada letusan gunung api besar, hal ini akan membuat atmosfer berkabut akibat sebaran aerosol vulkanik itu. Kabut ini menghalangi lebih banyak sinar matahari untuk masuk ke Bumi, sehingga memberi efek sementara berkurangnya pemanasan global seperti dilaporkan pada studi di jurnal Nature Communications.
Dilansir dari laman resmi University of Cambridge, efek pendinginan global akibat letusan gunung berapi ini hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja. Sedangkan efek gas rumah kaca akibat polusi akan mempengaruhi iklim selama berabad-abad.